kebijakan moneter diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas untuk memitigasi kenaikan suku bunga AS atau Federal Funds Rate (FFR) dan mata uang dolar AS yang kuat.

"Bagaimana memitigasi kenaikan Fed Funds Rate, strong dollar, satu intervensi di spot dan DNDF, kedua memperbanyak mengimplementasikan instrumen penempatan DHE SDA," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Agustus 2023 di Jakarta, Kamis.

Intervensi di pasar valas difokuskan pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Upaya tersebut merupakan bagian dari langkah BI untuk terus memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Fokus kebijakan moneter diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global," ujarnya.

Upaya lain yang dilakukan untuk memitigasi kenaikan FFR dan mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah adalah dengan menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Baca juga: Penguatan rupiah dipengaruhi data PMI AS yang melemah

Baca juga: BI sampaikan upaya tingkatkan inklusi ekonomi dan keuangan


SRBI sebagai instrumen operasi moneter yang pro-market guna memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta untuk optimalisasi aset Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki BI sebagai underlying.

SRBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa SBN milik BI.

BI memperkirakan Amerika Serikat masih akan menaikkan FFR pada September 2023 dengan satu kali kenaikan, namun ada potensi risiko untuk dua kali kenaikan.

Di sisi lain, perekonomian China yang melemah dan Bank Sentral Jepang dengan kebijakan moneternya yang dovish juga mendorong dolar AS kuat. Oleh karenanya, BI fokus untuk memitigasi risiko rambatan global tersebut dengan memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah.

"Rupiah kita meskipun agak melemah, di seluruh dunia melemah tetapi pelemahan kita relatif rendah bahkan year to date masih menguat lebih baik dari yang lain, itulah cara kita memproteksi ekonomi domestik, inflasi, pertumbuhan dari rambatan global," tuturnya.

Selain itu, untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar, Bank Indonesia juga menetapkan tujuh jenis instrumen yang dapat menjadi instrumen penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) dan pemanfaatan atas instrumen penempatan DHE SDA tersebut untuk saat ini.

Tujuh instrumen tersebut adalah Rekening Khusus DHE SDA, Deposito Valas Bank, Term Deposit Valas DHE SDA, Promissory Notes Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Penempatan deposito valas yang dapat dimanfaatkan menjadi agunan kredit Rupiah, Swap Valas Nasabah–Bank, dan Swap Valas Bank–BI.

Untuk memperkuat efektivitas implementasi Peraturan Pemerintah (PP) DHE SDA tentang Devisa Hasil Ekspor dan Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA), Bank Indonesia juga akan melakukan pengaturan terkait dengan penguatan pengawasan dan pelaporan kewajiban DHE SDA.

Efektivitas implementasi peraturan tersebut akan dilihat dalam tiga bulan ke depan dan dievaluasi.

Baca juga: BI perkirakan ekonomi global 2023 tumbuh 2,7 persen

Baca juga: BI pertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023