polusi udara memberikan dampak yang cukup tinggi dalam angka kematian di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar dalam Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) mengatakan setiap tahun lebih dari 123 ribu orang meninggal di Indonesia akibat polusi udara.

"Jadi polusi udara memberikan dampak yang cukup tinggi dalam angka kematian di Indonesia," kata Agus Dwi Susanto dalam webinar bertajuk "Dampak Polusi Udara pada Kesehatan", di Jakarta, Kamis.

Pihaknya mengatakan polusi udara menjadi penyebab kematian tertinggi kelima di Indonesia setelah darah tinggi, diabetes, rokok, dan obesitas.

Menurutnya, dalam jangka pendek, polusi udara dapat menyebabkan iritasi mukosa sehingga terjadi gejala hidung berair, bersin-bersin, sakit tenggorokan, kemudian bisa timbul batuk, dahak, bahkan bisa berlanjut menjadi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), pneumonia, serangan asma, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Baca juga: Kemenko PMK: Perlu kampanye bahaya polusi demi jaga kesehatan keluarga
Baca juga: Probiotik bisa jaga kesehatan mikrobiota yang terganggu akibat polutan


Selain itu, menurut dia, dalam jangka panjang dapat menyebabkan penurunan fungsi paru, munculnya penyakit TBC, asma, PPOK, dan kanker paru.

Agus Dwi Susanto menjelaskan riset di Indonesia dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menunjukkan bahwa peningkatan Particulate Matter (PM) 2.5, kenaikan sulfur dioksida (SO2), kemudian PM 10 dalam udara, berimplikasi terhadap risiko terjadinya pneumonia mulai dari 1,4 persen sampai 6,7 persen.

Sementara rata-rata kasus ISPA mulai periode Januari tahun 2023 ini berada di atas 100.000 kasus, padahal tahun-tahun sebelumnya di bawah angka itu.

"Jadi ada signifikansi-nya ketika polutan meningkat, ISPA-nya juga rata-rata di atas 100.000 kasus," katanya.

Baca juga: Dokter: Ibu hamil dan anak-anak rentan terdampak polusi udara
Baca juga: AAJI: Naiknya klaim asuransi kesehatan berkaitan dengan polusi udara


Pihaknya menambahkan ketika terjadi peningkatan PM 2.5, maka kunjungan untuk telekonsultasi karena bronkitis dan influenza juga meningkat antara 100 hingga 400 persen.

"Studi menunjukkan bahwa telekonsultasi ketika terjadi peningkatan polutan bulan Juni, telekonsultasi karena asma meningkat 200 persen ya," katanya.

Selain itu juga prevalensi asma pada remaja di Jakarta mencapai 12 persen, padahal di pedesaan hanya sekitar 7 persen.

Untuk itu, pihaknya meminta masyarakat untuk selalu memantau kualitas udara, mengurangi aktivitas di luar ruangan, serta menghindari aktivitas fisik pada saat kualitas udara buruk, dan apabila harus beraktivitas sebaiknya menggunakan masker.

Baca juga: Pemerintah siaga hadapi dampak polusi udara terhadap kesehatan
Baca juga: PDPI: Polusi udara dapat memicu zat karsinogen penyebab kanker paru
Baca juga: Tujuh langkah lindungi paru-paru saat tingkat polusi udara tinggi

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023