Moratorium ke Timur Tengah masih harus dipertahankan selama pemerintah di negara penempatan belum memberikan jaminan perlindungan melalui perjanjian atau MoU
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Federasi Buruh Migran Nusantara (Buminu) Ali Nurdin Abdurahman menyatakan penolakannya terhadap pembukaan moratorium penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke kawasan Timur Tengah.

“Moratorium ke Timur Tengah masih harus dipertahankan selama pemerintah di negara penempatan belum memberikan jaminan perlindungan melalui perjanjian atau MoU,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Ali menyebutkan dari sekian banyak negara Arab yang terdampak moratorium, baru Arab Saudi yang sudah melakukan MoU melalui Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) sehingga akan mengubah budaya rakyatnya terkait perbudakan dan eksploitasi.

Baca juga: Disnakertrans NTB: Moratorium PMI untuk Timur Tengah masih berlaku

Ia yang juga merupakan mantan PMI di Arab Saudi menjelaskan negara-negara di sana memiliki budaya perbudakan hingga eksploitasi terhadap pekerja-pekerja migran bahkan ketika terjadi masalah justru para majikan kabur.

Oleh sebab itu, Ali mengatakan Keputusan Menaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian Sementara Penempatan PMI Sektor Informal ke Beberapa Negara di Timur Tengah, masih relevan.

Terlebih lagi, masih banyak kasus lama terkait perbudakan dan eksploitasi PMI yang belum terselesaikan sampai saat ini.

Menurut Ali, penempatan PMI ke Timur Tengah seperti berburu emas karena akan banyak pihak yang memanfaatkannya bahkan ketika moratorium pun banyak oknum perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) yang masih memberangkatkannya secara non prosedural.

Hal itu yang menyebabkan ketika pemerintah gencar melakukan sidak dan penangkapan ternyata banyak pihak yang merasa hilang pendapatannya terutama para mafia yang tidak diikutsertakan dalam program SPSK.

Baca juga: Penyidik limpahkan berkas enam tersangka TPPO tujuan Turki ke jaksa

Tidak semua P3MI dapat masuk program SPSK karena banyak syarat dan kriteria yang ditetapkan baik dari Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi.

Sementara dari sisi pemerintah, Kementerian Ketenagakerjaan melakukan pembenahan tata kelola penempatan dan perlindungan PMI dengan membuka kembali penempatan sektor domestik di negara-negara Kawasan Timur Tengah.

Beberapa perbaikan antara lain mencabut Keputusan Menaker Nomor 260 Tahun 2015, mengubah dan mencabut Keputusan Menaker Nomor 291 Tahun 2018 serta mencabut Keputusan Menaker Nomor 294 Tahun 2020.

“Pemerintah membuka kembali penempatan PMI sektor domestik di negara-negara kawasan Timur Tengah dengan merujuk proses penempatan sesuai dengan amanat UU Nomor 18 Tahun 2017,” ujar Menaker Ida Fauziyah.

UU Nomor 18 Tahun 2017 mengatur penempatan PMI harus mengikuti ketentuan antara lain negara tujuan penempatan mempunyai peraturan yang melindungi tenaga kerja asing.

Selain itu, UU tersebut juga mengatur bahwa harus adanya perjanjian tertulis antara pemerintah negara tujuan penempatan dan Pemerintah Indonesia, serta memiliki sistem jaminan sosial dan/atau asuransi yang melindungi pekerja asing.

Baca juga: Moratorium pengiriman PMI ke Malaysia bukti sikap tegas RI

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023