Palu (ANTARA News) - Sejumlah anggota Komisi VII DPR RI mencari solusi terkait tumpang-tindih ijin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, agar tidak menimbulkan sengketa berkelanjutan.

Pencarian solusi itu dilakukan di Kota Palu, Rabu, dengan mempertemukan PT Vale Indonesia, Pemkab Morowali, Pemprov Sulawesi Tengah, dengan dimediasi oleh Komisi VII DPR RI yang membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, serta lingkungan.

Sutan Bhatoegana, sebagai Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI, mengatakan pertemuan tersebut tidak mencari pihak yang salah atau benar tetapi mencari solusi untuk kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat.

"Hasil pertemuan ini nanti kita bahas di Komisi VII, dan setelah itu akan memanggil pihak terkait," kata politisi asal Partai Demokrat ini.

Dia mengatakan saat ini di Kabupaten Morowali terdapat 43 IUP tumpang tindih yang berada lahan konsesi milik PT Vale Indonesia.

Menurutnya, tumpang-tindih IUP tersebut terjadi karena lahan lahan konsesi milik PT Vale Indonesia yang luasnya mencapi 36 ribu hektare tak kunjung dimanfaatkan.

"Olehnya kepala daerah memberikan ijin kepada pihak lain untuk mengolahnya agar dapat pemasukan," katanya.

Sekretaris Kabupaten Morowali Syahril Ishak meminta kepada PT Vale Indonesia untuk tegas menyikapi kondisi itu dengan menyepakati kontrak karya yang sebelumnya telah disepakati.

"Kalau mau dimanfaatkan, silahkan. Jangan ditunda-tunda. Kami memberikan ijin ke perusahaan lain karena lahan tersebut nganggur," katanya.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Vale Indonesia Nico Kanter mengatakan perusahaan tambang yang beroperasi dengan menggunakan IUP tumpang-tindih tersebut pada umumnya tidak memperdulikan kelestarian lingkungan.

"Banyak lingkungan hancur, perusahaan tidak membuat pelabuhan untuk mengangkut tanah mengandung nikel," katanya.

Perusahaan yang sebelumnya bernama PT INCO ini juga berencana juga berencana melepas sejumlah lahan konsesinya karena dinilai terlalu luas.

Saat ini perusahaan tambang nikel terbesar kedua di dunia ini memiliki lahan efektif seluas 190 ribu hektare yang tersebar Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Pewarta: Riski Maruto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013