Singapura (ANTARA) - Dolar AS sedikit melemah terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya di awal sesi Asia pada Selasa, ketika para pedagang menolak menempatkan taruhan besar menjelang serangkaian data ekonomi minggu ini, sementara yen tertekan mendekati level yang memicu intervensi tahun lalu.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,077 persen pada 103,85, setelah tergelincir 0,2 persen pada Senin (28/8/2023). Indeks dolar naik 2,0 persen bulan ini karena data ekonomi yang kuat mendukung ekspektasi bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.

Pandangan tersebut semakin mendapat dukungan setelah Ketua Fed Jerome Powell pada Jumat (25/8é2023) menyatakan bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut mungkin diperlukan untuk meredam inflasi yang masih terlalu tinggi, meskipun janjinya untuk berhati-hati pada pertemuan mendatang memberikan beberapa ketidakpastian.

Ketika bank sentral AS menyoroti bahwa jalur suku bunga akan sangat bergantung pada data, fokus akan tertuju pada sejumlah indikator ekonomi pada minggu ini, termasuk data gaji dan pengeluaran konsumsi pribadi.

Yang pertama adalah angka lowongan pekerjaan untuk Juli hari ini. Para ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan lowongan pekerjaan akan mencapai 9,465 juta, sedikit berkurang dari bulan Juni.

Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia (CBA), mengatakan data pekerjaan yang lebih kuat dari perkiraan dapat meningkatkan perkiraan pasar terhadap kenaikan suku bunga Fed lagi dan mendorong penguatan dolar.

Pasar memperkirakan 78 persen peluang The Fed mempertahankan suku bunga bulan depan, alat CME FedWatch menunjukkan, namun peluang kenaikan suku bunga pada pertemuan November kini sebesar 62 persen dibandingkan dengan 42 persen pada minggu sebelumnya.

“Kasus dasar kami adalah The Fed telah menyelesaikan siklus pengetatan dan akan memulai siklus pelonggarannya pada Maret 2024,” kata Kong dari CBA. “Tetapi komentar Powell yang hawkish di Jackson Hole menunjukkan bahwa risikonya cenderung pada pengetatan yang lebih ketat dan siklus pelonggaran yang dimulai lebih lambat.”

Di tempat lain, para pedagang terus mewaspadai tanda-tanda kemungkinan intervensi dari otoritas Jepang karena yen berada di dekat level terendah dalam sembilan bulan terhadap dolar.

Yen naik tipis 0,12 persen menjadi 146,36 per dolar di jam Asia tetapi tetap di dekat 146,75, level terendah sejak 9 November.

Jepang melakukan intervensi di pasar mata uang pada September lalu ketika dolar naik melampaui 145 yen, mendorong Kementerian Keuangan (MoF) untuk membeli yen dan mendorong nilai tukar kembali ke sekitar 140 yen.

Yen turun 11 persen terhadap dolar untuk tahun ini. Rendahnya imbal hasil (yield) Jepang menjadikan mata uang ini sasaran empuk bagi short-seller dan pendanaan perdagangan, dengan semakin lebarnya kesenjangan suku bunga antara Jepang dan Amerika Serikat menyebabkan pelemahan yen yang terus-menerus.

“Jika data AS, dan akibatnya imbal hasil AS, terus menguat, kita bisa melihat peningkatan tekanan pada yen,” kata Charu Chanana, ahli strategi pasar di Saxo.

Chanana mengatakan ancaman intervensi telah berkurang pada tingkat di bawah 150, mengingat kurangnya komentar terkait mata uang dari Ueda pada konferensi Jackson Hole dan belum ada tanda-tanda intervensi verbal.

Euro menguat 0,11 persen pada 1,0829 dolar menjelang data inflasi zona euro akhir pekan ini. Mata uang tunggal menguat untuk hari kedua berturut-turut, menjauh dari level terendah dua bulan yang dicapai minggu lalu.

Sterling terakhir berada di 1,2616 dolar, naik 0,10 persen hari ini, juga turun dari posisi terendah dua bulan dari minggu lalu. Dolar Australia bertambah 0,03 persen menjadi 0,643 dolar AS, sedangkan dolar Selandia Baru turun 0,02 persen menjadi 0,591 dolar AS.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023