Medan (ANTARA) - Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol. Agung Setya Imam Effendy mendorong seluruh polres dan polsek di wilayahnya untuk mengoptimalkan penyelesaian perkara melalui restorative justice (keadilan restoratif) agar keadilan tidak hanya ditegakkan, tetapi juga dirasakan oleh para pencari keadilan.

"Semoga dengan restorative justice ini masyarakat menjadi lebih terbuka untuk mendapatkan keadilan dan merasakan keadilan itu tidak sekadar ditegakkan, tetapi dirasakan," kata Agung ditemui di Mapolda Sumut, Medan, Senin.

Mantan Asisten Kapolri Bidang Operasi (Asops) itu menjelaskan bahwa restorative justice atau penyelesaian hukum tanpa pengadilan itu sebagai pintu baru bagi masyarakat untuk mendapatkan dan merasakan keadilan.

Untuk itu, jenderal bintang dua itu memerintahkan para kapolres dan kapolsek sebagai pelaksana restorative justice dengan melibatkan penyidik sebagai penangan awal.

"Jadi, kami ingin menjaga bahwa penyidikan dalam kasus tindak pidana itu secara profesional oleh penyidik, jadi independensi penyidik tetap menjalankan fungsi penyidikan. Terkait dengan keputusan untuk menyelenggarakan restorative justice itu berada di bawah tanggung jawab langsung kapolres atau kapolsek," kata dia.

Agung mengapresiasi Kapolres Simalungun AKBP Ronald F.C. Sipayung yang menyelesaikan 70 kasus melalui restorative justice.

Jenderal bintang dua itu menekankan peran kapolres dan kapolsek dalam menyelesaikan perkara secara restorative justice juga berfungsi sebagai pengawasan penyidikan. Hal ini agar kasus-kasus yang diselesaikan sesuai dengan aturan dan persyaratan yang berlaku. Dengan demikian, tidak ada penyidik yang bermain "pasal".

Menurut dia, ada tiga syarat utama dalam penyelesaian perkara melalui restorative justice, yakni bukan tidak pidana yang berulang atau pelaku mengulangi kejahatannya, pihak korban sudah mendapatkan pembayaran atas kerugian materiel atau kerugian fisik yang dialami, kemudian masyarakat di tempat kejadian perkara menyetujui restorative justice sebagai langkah yang tepat.

"Paling tidak tiga hal ini mesti terpenuhi baru kemudian restorative justice dijalankan," ujarnya.

Meski restorative justice dioptimalkan, Agung memastikan pihaknya tetap tegas dan serius dalam menyelesaikan perkara tindak pidana serius, seperti kejahatan terhadap perempuan dan anak.

"Artinya bukan semua kasus harus diselesaikan lewat restorative justice tidak begitu. Akan tetapi, ada hal lain seperti kejahatan serius, kejahatan terhadap perempuan dan anak, itu 'kan serius, kami lindungi dengan cara semaksimal mungkin," kata Agung.

Baca juga: Mahfud MD: "Rj" berasal dari kearifan budaya hukum RI
Baca juga: Menkopolhukam: Restorative Justice dikembangkan dari hukum adat


Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023