Palembang (ANTARA News) - Kuasa hukum Walhi Sumatera Selatan meminta tim Indonesia Corruption Watch melakukan penyelidikan dugaan korupsi di PT Perkebunan Nusantara VII terkait pemanfaatan 13 ribu hektare lahan kebun tebu yang sedang bersengketa dengan warga Kabupaten Ogan Ilir. 

"PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII unit pabrik gula Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir hanya memiliki 6.512 ha lahan yang bersertifikat hak guna usaha sementara 13.000 ha lainnya tidak jelas status hukumnya yang hingga kini sebagian besar telah menghasilkan," kata Kuasa Hukum Walhi Sumsel Muhnur Satyahaprabu, di Palembang, Rabu.

Menurut Muhnur, diduga terjadi penyimpangan hasil kebun tebu yang dipanen dari 13.000 ha lahan yang tidak terdaftar secara resmi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Kementerian BUMN sebagai lahan yang syah milik perusahaan perkebunan milik negara itu.

Selain itu juga diduga terjadi kehilangan potensi penerimaan negara karena lahan yang tidak memiliki sertifikat HGU tidak dibayarkan pajak bumi dan bangunan (PBB) atau pajak lainnya.

Secara logika seseorang atau perusahaan akan membayar pajak aset yang secara hukum jelas kepemilikannya atau pajak penghasilan yang diperoleh secara sah dan jelas dinikmatinya secara pribadi maupun secara kelompok.

Berdasarkan kondisi fakta yang terjadi di PTPN VII, sekitar 13.000 ha dari total 20.000 ha lahan perkebunan tebu dan pabrik gula yang ada di kawasan Kabupaten Ogan Ilir berpotensi tidak dibayar pajaknya, sehingga perlu dilakukan penyelidikan untuk mengetahui kebenarannya, ujar dia.

Menanggapi permintaan Kuasa Hukum Walhi Sumsel itu, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho ketika berkunjung ke Palembang mengatakan, akan mempelajari dugaan korupsi di PTPN VII itu.

Menurut Emerson, dugaan korupsi di perusahaan perkebunan tidak hanya terjadi di Sumsel, tetapi juga terjadi di beberapa provinsi Indonesia lainnya.

Berdasarkan data selama tiga tahun terakhir ada 22 perusahaan perkebunan milik negara dan swasta di sejumlah provinsi terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dengan potensi kerugian negara sangat besar mencapai Rp9,8 triliun.

Temuan tersebut sekarang ini terus dikembangkan, setelah data dan bukti yang dikumpulkan dinilai cukup kuat untuk diproses secara hukum akan dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ujar dia.  (Y009/Z002)

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013