food estate merupakan salah satu pilar untuk mewujudkan ketahanan pangan. Pemerintah tidak main-main dalam urusan ketahanan pangan ini.
Yogyakarta (ANTARA) - Kritik atau malah hujatan bisa dijadikan sebagai masukan untuk perbaikan pembangunan di negeri ini, termasuk pembangunan food estate yang tidak harus berhenti sama sekali meski belakangan ini disorot berbagai pihak. Tetap optimistis dengan melakukan berbagai perbaikan.

Pemikiran semacam ini selayaknya dijadikan landasan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) untuk terus memperkuat pembangunan lumbung pangan atau food estate di berbagai daerah. Untuk tahun anggaran 2024 Kementan mengalokasikan anggaran Rp421 miliar bagi megaproyek food estate.

Anggaran pembangunan food estate tersebut, menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, merupakan bagian dari pagu anggaran dana alokasi khusus (DAK) di bidang pertanian yang totalnya mencapai Rp2,76 triliun.

Dana ini akan disalurkan di enam provinsi yang meliputi 50 kabupaten, di antaranya di kawasan Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan Jawa. Program ini bisa berupa intensifikasi maupun ekstensifikasi pada lahan food estate yang ada.

Intensifikasi adalah upaya meningkatkan produksi pertanian dengan cara mengolah lahan yang ada, sedangkan ekstensifikasi adalah upaya meningkatkan hasil pertanian dengan memperluas lahan pertanian.

Apapun cara yang ditempuh, pada dasarnya food estate merupakan salah satu pilar untuk mewujudkan ketahanan pangan. Pemerintah tidak main-main dalam urusan ketahanan pangan ini. Buktinya pemerintah mengalokasikan anggaran ketahanan pangan sebesar Rp108,8 triliun dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RPBN) 2024. Dana tersebut akan disalurkan, antara lain, untuk pengembangan kawasan food estate.

Secara rinci dikemukakan oleh Presiden RI Joko Widodo bahwa dana ketahanan pangan itu juga akan digunakan untuk meningkatkan produksi pangan domestik, penguatan kelembagaan petani dan dukungan pembiayaan, serta perlindungan usaha tani. Ditambah anggaran untuk mempercepat pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur pangan.

Mengingat esensi food estate itulah maka Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendukung kelanjutan pembangunan food estate. Dalam pernyataannya Komisi IV mengemukakan bahwa secara umum program food estate ini sudah on the track atau sudah bagus sehingga layak dilanjutkan. Hanya perlu dilakukan evaluasi terhadap kendala-kendala program ini yang antara lain terkait fasilitas pengairan. Irigasinya perlu dibenahi agar bisa berproduksi maksimal seperti di Jawa.

Dukungan Komisi IV DPR tidak datang begitu saja. Mereka melakukan kunjungan spesifik ke kawasan Program Strategis Nasional (PSN) Food Estate di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng), pada awal September 2023 ini. Sebanyak 18 anggota Komisi IV melihat langsung kondisi terkini lahan yang dipersiapkan sebagai lumbung pangan itu.

Evaluasi yang dipaparkan Komisi IV antara lain soal sumber daya manusia (SDM). Menurut Komisi IV, food estate di Kalimantan Tengah dengan lahan seluas 43.500 hektare sudah bisa ditanami komoditas padi dan tanaman pangan seperti singkong. Akan tetapi, pengembangan food estate tersebut terhambat minimnya sumber daya manusia untuk mengerjakan proyek tersebut.

Sumber daya manusia merupakan salah satu kendala. Faktor ini pula yang menyebabkan gagal panen pada program food estate tersebut. Karena itu Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa membangun food estate bukan hal yang mudah, sudah beberapa kali terjadi gagal panen.

Menurut Kepala Negara, tanaman pertama biasanya gagal. Tanam kedua masih memungkinkan panen sekitar 25 persen. Keenam dan ketujuh kali biasanya baru pada kondisi normal.

Kondisi food estate yang ada di sejumlah daerah, seperti di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, baru berhasil dalam percobaan penanaman ketiga. Selain itu, di Pulang Pisau dan Gunung Mas, Kalimantan Tengah, program food estate belum berjalan dengan optimal.

Jika memperhatikan kendala di lapangan, tampaknya peta arahan komoditas tetap menjadi pegangan utama, seiring dengan upaya menggapai target. Di beberapa negara yang mengandalkan pertanian, acuan peta komoditas dipegang erat.

Biasanya peta arahan komoditas disajikan dalam bentuk peta dan naskah, yang berisi paket rekomendasi pengelolaan lahan untuk beberapa komoditas strategis seperti padi, jagung, kedelai, cabai merah, bawang merah, tebu, dan hijauan pakan ternak, serta tambahan dua jenis tanaman perkebunan yaitu kelapa sawit dan kakao.

Paket rekomendasi tersebut meliputi informasi jenis komoditas, agroekosistem, elevasi, iklim, faktor pembatas, serta rekomendasi varietas, cara budidaya tanaman mulai dari penyiapan lahan, pemupukan sesuai status hara, penanaman, pemeliharaan, panen dan pascapanen.

Rekomendasi tersebut berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya tergantung pada jenis tanah dan kandungan hara, termasuk di dalamnya kondisi sosiologis wilayahnya. Di sini bisa terjawab persoalan ketersediaan SDM mumpuni.

Peta komoditas ini dibuat dengan mengandalkan kerja para peneliti ahli sehingga kelayakannya tidak perlu diragukan. Persoalannya di tingkat petani sering kali diabaikan karena pengaruh harga pasar. Bagi petani, manakala harga sedang melambung maka ke sanalah petani memilih jenis tanaman untuk dibudidayakan. Kemudian mereka menjadi terkejut ketika panen menumpuk dan harga jual anjlok.

Pada program food estate tidak akan terjadi kasus semacam itu karena program ini sudah dirancang matang, dan telah diserahkan peta komoditas tersebut ke pemda kabupaten dan kota.

Dengan demikian pemerintah daerah dapat memanfaatkannya untuk pembangunan pertanian khususnya dalam peningkatan produksi untuk mendukung ketahanan pangan.










 

Copyright © ANTARA 2023