Dhaka (ANTARA) - Bangladesh akan mengupayakan penyelesaian pembangkit listrik tenaga nuklir yang sedang dibangun Moskow di negara Asia Selatan tersebut pada kunjungan pertama menteri luar negeri Rusia ke Dhaka, kata pejabat pemerintah Bangladesh.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov tiba di Dhaka pada Kamis menjelang KTT G20 di New Delhi, dalam sebuah langkah yang dipandang sebagai bagian dari upaya Moskow untuk menarik sekutu di Asia menyusul sanksi Barat setelah invasi mereka ke Ukraina.

Kunjungan ini adalah yang pertama kali dilakukan seorang menteri luar negeri Rusia ke Bangladesh sejak negara itu merdeka pada 1971.

"Semua masalah bilateral, termasuk pangan dan energi, akan dibahas dalam kunjungan tersebut, namun fokusnya akan tetap pada penyelesaian tepat waktu pembangkit listrik tenaga nuklir," kata seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Bangladesh, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena menyatakan tidak berwenang berbicara kepada media.

Pembangunan pabrik tersebut tertunda karena pembatasan selama dua tahun yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 dan sanksi terkait perang.

Pada Desember tahun lalu, karena sanksi AS terhadap Moskow, Bangladesh menolak masuk kapal Rusia yang membawa peralatan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.

Baik Rusia maupun negara-negara Barat mencari dukungan dari Bangladesh, yang selama ini enggan memihak dalam perang di Ukraina meskipun negara tersebut sedang berjuang dengan tingginya biaya impor bahan bakar dan pangan.

Presiden Prancis Emmanuel Macron juga akan mengunjungi Dhaka pekan depan setelah menghadiri pertemuan G20, yang bertujuan untuk memperdalam hubungan dengan negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi pesat tersebut.

Lavrov akan mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abdul Momen pada Kamis malam serta mengunjungi Perdana Menteri Sheikh Hasina pada Jumat sebelum berangkat ke New Delhi untuk menghadiri KTT G20, kata pejabat pemerintah.

Momen dan Lavrov diperkirakan akan menyelenggarakan konferensi pers setelah pertemuan mereka.

Dhaka telah meminta Moskow untuk memastikan mereka menggunakan kapal yang tidak diberi sanksi untuk mengirimkan peralatan ke pabrik tersebut.

Bangladesh sedang membangun pembangkit listrik tenaga nuklir pertama dari dua pembangkit listrik tenaga nuklir bekerja sama dengan perusahaan atom milik negara Rusia Rosatom dalam proyek senilai 12,65 miliar dolar AS (Rp193,85 triliun), 90 persen di antaranya dibiayai melalui pinjaman Rusia yang dapat dibayar dalam waktu 28 tahun dengan masa tenggang 10 tahun.

Unit pertama pembangkit listrik tersebut, dengan total kapasitas pembangkitan sebesar 2.400 megawatt, dijadwalkan mulai beroperasi pada Juli tahun depan, tetapi menghadapi kemunduran dalam pembayaran pinjaman.

"Pembangkit listrik ini akan menjadi tonggak sejarah untuk meringankan krisis listrik," kata pejabat tersebut.

Kunjungan ini juga dinilai penting di tengah meningkatnya kritik terhadap pemerintahan otoriter Perdana Menteri Hasina dari Amerika Serikat dan Uni Eropa, kata pejabat pemerintah lainnya.

Sebelumnya pada Juli, Kementerian Luar Negeri Rusia menanggapi hal itu dengan menyebut tuntutan Barat terhadap pemilu yang bebas dan adil di Bangladesh sebagai neo-kolonialisme.

Sumber: Reuters

Baca juga: Indonesia, Bangladesh sepakat secepatnya wujudkan kerja sama energi
Baca juga: Presiden Bangladesh tiba di Jakarta ikuti rangkaian KTT ASEAN

Penerjemah: M Razi Rahman
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2023