Sambas (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan adanya sumber air minum, jamban dan hunian rumah tangga yang tidak layak dapat meningkatkan potensi risiko terjadinya stunting.

“Rumah dan jamban yang tidak layak paling banyak di Landak tapi Sambas juga banyak. Ada by name by address,” katanya dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Jumat.

Hasto menjelaskan hunian yang layak di antaranya memiliki kriteria seperti luas lantai lebih dari 7,2 meter persegi per kapita dan atap terbuat dari beton, genteng, seng, kayu atau sirap sekaligus dinding terbuat dari tembok, plesteran anyaman bambu/kawat, kayu/papan, dan batang kayu.

Selain itu, hunian layak juga memiliki lantai terbuat dari marmer atau granit, keramik, parket, vinil, karpet, ubin, tegel, teraso, kayu, papan, semen atau bata merah.

Untuk sanitasi yang layak memiliki fasilitas tempat Buang Air Besar (BAB) digunakan sendiri atau bersama rumah tangga tertentu secara terbatas atau MCK komunal, menggunakan jenis kloset leher angsa, dan tempat pembuangan akhir tinjanya di tangki septik atau IPAL atau di lubang tanah jika di perdesaan.

Baca juga: Kepala BKKBN sebut Kalsel tertinggi ketiga nasional penurunan stunting

Baca juga: BKKBN minta kepala daerah di Kalbar konsentrasi turunkan stunting


Untuk sumber air minum yang layak utamanya berasal dari ledeng, sumur bor/pompa, sumur terlindung, mata air terlindung, atau air hujan maupun dari air kemasan bermerk atau air isi ulang dengan sumber air utama untuk mandi atau cuci berasal dari leding, sumur bor atau pompa, sumur terlindung, atau air hujan.

Hasto menuturkan persentase rumah tangga anak usia dini di Indonesia yang memiliki akses rumah tangga layak huni adalah sebanyak 57,91 persen, yang memiliki sumber air minum layak sebanyak 90,67 persen dan yang memiliki sanitasi layak sebanyak 80,93 persen.

Sementara untuk persentase keluarga sasaran berisiko stunting akibat sumber air minum tidak layak di Kalimantan Barat (Kalbar) meliputi Sambas 88,4 persen, Kubu Raya 73,72 persen, Mempawah 71,72 persen, Kayong Utara 67,88 persen, dan Pontianak 53,22 persen.

Landak 44,54 persen, Melawi 40,9 persen, Bengkayang 39,75 persen, Sanggau 36,38 persen, Singkawang 35,69 persen, Sintang 35,66 persen, Kapuas Hulu 34,5 persen, Sekadau 29 persen dan Ketapang 17,75 persen.

Untuk persentase keluarga sasaran berisiko stunting akibat jamban tidak kayak di Kalbar meliputi Landak 41,79 persen, Melawi 41,16 persen, Sintang 33,05 persen, Sanggau 31,05 persen, Kapuas Hulu 29,27 persen, Bengkayang 28,97 persen, dan Kubu Raya 26,99 persen.

Selanjutnya, Kayong Utara 25,87 persen, Mempawah 23,03 persen, Sekadau 20,96 persen, Ketapang 18,45 persen, Sambas 15,33 persen, Pontianak 9,79 persen, dan Singkawang 6,98 persen.

Sedangkan untuk persentase keluarga sasaran berisiko stunting akibat rumah tidak layak huni di Kalbar meliputi Sambas 95,63 persen, Kayong Utara 92,25 persen, Landak 91,05 persen, Mempawah 90 persen, dan Bengkayang 85,48 persen.

Sintang 84,68 persen, Kubu Raya 82,43 persen, Melawi 80,76 persen, Kapuas Hulu 80,49 persen, Sanggau 78,67 persen, Sekadau 75,04 persen, Ketapang 72,54 persen, Pontianak 71,7 persen dan Singkawang 61,61 persen.

Baca juga: Menko PMK: Sambas harus bekerja keras tangani stunting

Baca juga: BKKBN gencarkan Dashat di Kalbar guna beri edukasi gizi seimbang

 

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023