Jakarta (ANTARA News) - Kubu Dekopin Sri-Edi Swasono menduga terjadi ketidaktransparanan penggunaan anggaran Dewan Koperasi Indonesia seperti terjadinya mislokasi anggaran, namun hal tersebut langsung dibantah pengurus Dekopin hasil Rapat Anggota Sewaktu-waktu (RAS) Dekopin. Agung Sudjatmoko, salah seorang pengurus Dekopin hasil rapat anggota Juli 2004 di Jakarta, Minggu, menyatakan dugaan ketidaktransparanan itu berupa penyimpangan lokasi kegiataan yang tidak sesuai dengan kerangka acuan hingga adanya pungli terhadap para kontraktor. Contoh pungli itu, menurut dia, adalah adanya transfer dana hingga ratusan juta rupiah dari lembaga pendidikan tinggi perkoperasian di Jawa Barat kepada rekening salah satu eksekutif Dekopin di Bank Bukopin. Ada juga transfer dana ke rekening bank BCA cabang Kuningan milik eksekutif Dekopin lainnya. Agung juga menyatakan keheranannya bagaimana pemerintah dalam hal ini Depkeu bisa memberi persetujuan pencairan anggaran Dekopin hingga mencapai Rp21 miliar dari total anggaran Rp50 miliar. Menurut Agung, semestinya anggaran yang bisa dicairkan hanya sekitar Rp9 miliar yaitu anggaran yang telah diproses pencairannya pada masa kepengurusannya. Selain itu ia juga mempertanyakan keberadaan tim pengendali anggaran yang menurut dia, tim tersebut tidak dikenal dalam sistem anggaran pemerintah. "Dulu semuanya harus tranparan dan pengendali tehnis anggaran ada di keuangan meski kebijakannya tetap dipegang pengurus," katanya. Namun saat ini semuanya dipegang oleh staf Kementerian Koperasi dan UKM yang diperbantukan di Dekopin. "Apakah ini prosedural atau tidak karena setahu saya tidak ada istilah tim pengendali dalam struktur keuangan negara," katanya. Yang ada adalah satuan kerja penggunaan anggaran yang dibantu bendahara, pejabat pembuat komitmen dan penerima barang atau jasa. "Ini yang bantu dan tidak ada lagi tim pengendali dan ini patut dipertanyakan pasti ada apa-apa," katanya. Sementara itu Sekjen Dekopin hasil Rapat Anggota Sewaktu-waktu (RAS) Made Sudiarsa ketika dihubungi membantah telah terjadi ketidaktransparanan anggaran. "Kita semua sudah melakukan berdasar prosedur yang ada," katanya. Dijelaskannya dari proyek Dekopin senilai Rp50 miliar, dapat dibagi menjadi proyek konstruksi sebesar Rp21 miliar dan sisanya merupakan swakelola. Namun dari anggaran itu ternyata yang bisa dicairkan hanya proyek konstruksi, sementara swakelola tidak cair karena habisnya waktu penggunaan anggaram. "Proyek konstruksi sudah dilaksanakan sebelumnya dan kita tinggal meneruskan saja. Jadi kita tidak mengubah kontraktor dan menggunakan yang sudah ditenderkan sebelumnya," katanya. Made juga menjelaskan bahwa tidak ada masalah dengan mundurnya salah satu pimpinan harian Dekopin, Purnomo dari Tim Pengendali Anggaran. Menurut dia, Purnomo mundur karena telah berakhirnya waktu kerja tim tersebut. Purnomo sendiri dalam surat pengunduran dirinya tertanggal 23 Mei 2006 menjelaskan empat alasannya mundur, di antaranya kurangnya kooperatif dan tranparansinya tim pemegang peran keuangan di dalam melaporkan situasi keuangan, sehingga mempersulit kelancaran tugas. Ia juga menyebutkan tidak jelasnya pembagian wilayah kerja Tim Pengendali Anggaran dari Pimpinan Harian dengan pengemban fungsi terkait yang mengelola keuangan. Ketika dihubungi Purnomo mengakui dirinya berinisiatif membuat surat pengunduran kepada Ketua Umum Dekopin Adi Sasono karena sebenarnya tugas tim tersebut sudah selesai. "Hitam di atas putihnya (pembubaran resmi tim, red) memang belum ada jadi saya inisiatif sendiri mengundurkan diri. Ini juga saya sampaikan lewat rapat pengurus harian. Pekerjaan itu sebenarnya juga tidak mudah bagi saya," katanya. Ia membantah pengunduran diri itu karena ada penyelewengan atau pun pungli terhadap para kontraktor, meski ia mengakui adanya masalah komunikasi dirinya dengan anggota sesama tim. Sedangkan persoalan pungli, Purnomo mengatakan bahwa hal itu merupakan modus dari para pengurus Dekopin sebelumnya. "Tehniknya seperti itu, apa yang dilakukan mereka dianalogikan kepada kita sekarang ini karena mereka tahu permainannya seperti itu," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006