Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah tidak panik menghadapi protes dan unjuk rasa siswa gagal dalam ujian nasional (UN) 2006 yang menuntut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk melaksanakan ujian ulangan. "Pemerintah tidak panik silakan saja berdemo seribu kali tetapi pemerintah tetap pada komitmen untuk tidak melaksanakan ujian ulangan sebab nasib generasi bangsa masih panjang," katanya saat melaksanakan pertemuan dengan para pemimpin redaksi media massa di kediaman dinasnya di Jl Diponegoro No.2 Jakarta Pusat, Minggu malam. Wapres mengatakan, pemerintah harus memiliki kebijakan tegas untuk tidak melaksanakan ujian ulangan dan secara bertahap angka kelulusan rata-rata ujian nasional akan dinaikan 0,5 persen sehingga dalam lima hingga enam tahun ke depan mutu pendidikan Indonesia bisa mencapai standar pendidikan di Asia. "Tahun ini angka kelulusan ditetapkan batas kelulusan 4,25 dengan batas rata-rata nilai tiap mata pelajaran 4,5. Nilai rata-rata tiap mata pelajaran ini yang akan dinaikan setiap tahunnya hingga kita mencapai angka enam hingga tujuh," katanya. Ia mengatakan, mekanisme evaluasi pembelajaran siswa dalam bentuk ujian sudah lazim dilakukan di banyak negara, seperti negara tetangga, Singapura, Malaysia, Australia, dan India. Kenaikan angka kelulusan siswa pada UN nantinya berimplikasi pada kenaikan alokasi anggaran pendidikan yang lebih besar serta didistribusikan secara berbeda antara satu provinsi dengan provinsi lainnya berdasarkan hasil pemetaan mutu pendidikan yang didapat dari pelaksanaan UN, katanya. "Protes dan demo tentang UN sudah mengkhawatirkan. Jangan sampai UN didemokratisasikan sebab siswa-siswa kita mau jadi apa ke depan. Mereka harus bekerja keras sebab kalau tidak bisa mundur beberapa tahun ke belakangan pendidikan Indonesia," katanya. Ia mengatakan, demokrasi dalam menyampaikan pandangan dan pendapat boleh-boleh saja dan jangan demokrasi pada pelaksanaan UN. Mendiknas Bambang Sudibyo dalam kesempatan itu mengatakan, dalam dua tahun terakhir prestasi siswa-siswi Indonesia dalam ajang olimpiade ilmu sains masuk dalam kategori lima besar dunia bersaing dengan Cina dan Taiwan. "Keberhasilan siswa Indonesia di ajang olimpiade fisika misalnya disebabkan kita memiliki jumlah pendudukan yang besar sehingga berpeluang untuk mendapatkan anak-anak ber-IQ tinggi," katanya. Namun demikian jumlah penduduk yang besar ini juga menjadi tantangan untuk memperoleh standar prestasi siswa dalam mutu pendidikan sehingga pemerintah menetapkan kebijakan salah satunya melalui batas kelulusan UN, katanya. "Sejak tahun 2003 pemerintah membuat Ujian Akhir Nasional (UAN) dengan batas nilai kelulusan 3,5 dan terus ditingkatkan hingga 4,0 pada tahun lalu dengan disertai ujian ulangan. Hasilnya memang sekitar 15 persen tidak lulus," katanya. Evaluasi dari pelaksanaan ujian nasional tahun sebelumnya mendorong pemerintah untuk meniadakan ujian ulangan pada 2006 dan hasilnya cukup menggembirakan hanya sekitar 10 persen yang tidak lulus, katanya. Karena itu, mulai tahun 2006 dan tahun-tahun berikutnya selain menetapkan kenaikan standar rata-rata nilai kelulusan UN, pemerintah juga berkomitmen untuk tidak melaksanakan ujian ulangan, katanya. Namun demikian siswa tidak lulus UN diberikan pilihan melalui ujian kesetaraan paket C yang diakui Undang-Undang Sisdiknas no 20 tahun 2003 memiliki status setara dengan hasil program pendidikan formal, tambahnya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006