Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Min Usihen menanggapi dugaan pelanggaran hak cipta atas lagu "Halo-Halo Bandung" menyusul viralnya lagu "Helo Kuala Lumpur" yang diunggah saluran YouTube Lagu Kanak TV.

Min menegaskan bahwa menghargai hak cipta dan menghormati karya orang lain adalah prinsip dasar menjaga keberlanjutan ekosistem kreatif, budaya, dan ekonomi. Dia mengingatkan masyarakat dunia untuk memahami pentingnya perlindungan hak cipta dan menghargai karya orang lain.

"Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif, setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Min dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Min menyebut siapa pun tidak bisa mengubah karya milik orang lain tanpa persetujuan pencipta maupun pemegang hak cipta.

"Di dalam karya cipta tersebut ada hak moral dan hak ekonomi milik pencipta maupun pemegang hak cipta yang harus kita ketahui dan hormati,” imbuhnya.

Terkait lagu "Halo-Halo Bandung" karya ciptanya pertama kali diumumkan pada 1 Mei 1946 dan telah tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM dengan Nomor Permohonan EC00202106966.

Apabila ingin menggunakan sebagian maupun keseluruhan karya orang lain, maka harus meminta izin kepada pencipta atau pemegang hak cipta. Hal itu, kata Min, sebagai wujud untuk menghargai hak moral pencipta atas karyanya.

"Jika kita kesulitan menghubungi pencipta maupun pemegang hak cipta untuk meminta izin, setidaknya kita wajib mencantumkan credit atas karya tersebut milik siapa," kata dia.

Dia mengatakan jika seseorang atau suatu pihak mengambil musik atau mengubah lirik dari karya lagu tanpa izin dan tidak mencantumkan credit, maka patut diduga sebagai bentuk pelanggaran hak cipta atas hak moral.

Apabila lagu tersebut diunggah ke platform digital, sambung Min, tindakan itu akan merugikan pencipta dan pemegang hak cipta, baik dari sudut pandang hak moral maupun hak ekonomi.

Lebih lanjut, Min menjelaskan tindakan atau upaya hukum yang bisa dilakukan untuk dugaan pelanggaran hak cipta yang dilakukan warga negara lain.

Ia mengatakan perlindungan hak cipta berlaku universal di seluruh negara yang telah meratifikasi Konvensi Bern.

Indonesia, kata Min, merupakan anggota Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Work dan telah diundangkan pada 7 Mei 1997.

Ia menjelaskan bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 5 Konvensi Bern, maka karya cipta lagu "Halo-Halo Bandung" yang diciptakan Ismail Marzuki secara otomatis dilindungi di seluruh negara anggota Konvensi Bern, yang kini berjumlah 181 negara.

"Termasuk Malaysia sebagai anggota Konvensi Bern," ucap Min.

Kendati begitu, dia mengingatkan dalam upaya penegakan hukum pelanggaran hak cipta di negara lain, Konvensi Bern mengatur penggunaan asas independence of protection.

Baca juga: RI anggap “Halo-Halo Bandung” bukan isu sensitif dengan Malaysia
Baca juga: Komisi X nilai RI perlu kirim nota protes soal lagu dijiplak Malaysia

Artinya, kata dia, perlindungan dan penegakan hukum hak cipta mengimplementasikan aturan hukum di negara di mana karya hak cipta tersebut dilanggar.

"Untuk itu, jika pencipta atau pemegang hak cipta Indonesia ingin menegakkan hak cipta di negara lain, maka gugatan dilaksanakan berdasarkan dengan undang-undang hak cipta di negara tersebut,” jelas Min.

Selanjutnya Min memaparkan jika pencipta atau pemegang hak cipta sudah meninggal dunia, maka ahli waris sebagai pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk melarang atau mengizinkan pihak lain dalam melaksanakan hak cipta.

Akan tetapi, apabila terjadi dugaan pelanggaran, Min mengatakan bahwa penegakan hak cipta seharusnya diawali dengan pendekatan alternative dispute resolution (ADR).

ADR adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan bantuan para pihak ketiga yang netral.

DJKI, sebagai focal point (titik fokus) kekayaan intelektual Indonesia, dapat mengambil peran menjadi pihak netral yang menjembatani penyelesaian sengketa tersebut.

Terakhir, Min mengajak seluruh masyarakat dunia yang saling terhubung melalui internet untuk memahami pentingnya perlindungan hak cipta dan menghargai karya orang lain.

Menurutnya, melindungi dan menghargai karya orang lain dapat membangun ekosistem kekayaan intelektual yang lebih adil, kreatif, dan berkelanjutan.

“Mari bersama-sama menjaga dan mendukung ekosistem kreatif yang beragam ini demi kebaikan bersama,” katanya.

Di Indonesia, perlindungan hak cipta atas karya cipta lagu berlaku selama hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sebagaimana Pasal 58 ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Pencatatan hak cipta di Indonesia tidak diwajibkan, tetapi DJKI mendorong para pencipta untuk mencatatkannya sebagai bagian dari upaya defensif apabila terjadi klaim dari pihak lain yang merugikan pencipta atau pemegang hak cipta.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023