Jakarta (ANTARA) -
Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama menyebut bahwa jawaban dari artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan haram untuk dijadikan panduan atau objek memohon fatwa keagamaan.
 
"Dilarang atau diharamkan atau tidak boleh (memedomani jawaban keagamaan dari AI)," ujar Ketua Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah, Hasan Nuri Hidayatullah dalam konferensi pers hasil Munas dan Konbes NU di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Presiden: Jangan takut hadapi kecerdasan buatan
 
Hasan mengatakan perkembangan kecerdasan buatan atau AI demikian pesat dan maju. Kemajuan tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk mencari berbagai jawaban, termasuk soal keagamaan.
 
Menurut Hasan, forum Munas menetapkan bahwa menanyakan keagamaan kepada AI boleh, tetapi haram menjadikannya sebagai pedoman atau rujukan yang diamalkan.
 
Ia menyatakan kebenaran dari kecerdasan buatan belum terjamin, meskipun pengetahuannya mungkin bisa melampaui manusia.
 
"AI ini walaupun mempunyai kecerdasan yang mungkin bisa melampaui manusia, namun dia ini belum bisa dijadikan objek memohon fatwa, karena unsur kebenarannya masih belum bisa dijamin," katanya.
 
Menurut dia, pengembangan kecerdasan buatan saat ini masih diproduksi oleh orang-orang non-Muslim. Hal tersebut menimbulkan bias tersendiri dalam jawaban yang tersaji.

Baca juga: Sebanyak 62 persen bisnis di Indonesia berpotensi adopsi AI

Baca juga: Kemenkominfo siapkan pedoman etika AI lindungi data pribadi
 
Maka dari itu, PBNU merekomendasikan agar ulama/warga nahdliyin dapat melahirkan kecerdasan buatan sendiri. Sehingga, bisa steril dari kepentingan yang tidak sesuai dengan paham Ahlusunnah wal jamaah.
 
"Isi konten-kontennya oleh orang-orang yang memiliki otoritas yang bersifat fatwa. Sehingga, kaum nahdliyin bisa mendapatkan rujukan-rujukan agama," kata dia.

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023