Jakarta (ANTARA) -
Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Fitra Arda menyatakan kearifan lokal masyarakat harus menjadi pertimbangan dalam setiap rencana aksi pembangunan nasional.
 
"Kearifan sosial harus menjadi pertimbangan dalam pembangunan dan perencanaan bangsa," ujar Fitra saat menggelar sosialisasi Pemajuan Kebudayaan Sebagai Haluan Pembangunan Nasional di Kabupaten Bandung, Sabtu.
 
Fitra mengatakan setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khasnya masing-masing. Kekhasan itu harus menjadi landasan dalam pembangunan peradaban.
 
Menurutnya, kebudayaan yang lahir dan berkembang di masyarakat memiliki nilai-nilai filosofis dalam membentuk ketahanan. Bahkan kebudayaan telah membentuk ekosistem bagi manusia maupun lingkungan hidup.

Baca juga: Wakil Ketua MPR: SDM pariwisata harus kedepankan kearifan lokal

Baca juga: Waka MPR: "Branding" daerah tujuan wisata harus kedepankan kearifan lokal
 
Ia mencontohkan kesenian angklung yang menjadi ciri khas alat musik di masyarakat Sunda, telah membentuk ekosistem kebudayaan tersendiri di masyarakat.
 
Menurutnya, ekosistem angklung terdiri atas pekebun, bambu, pembuat, pemain, hingga ajang atau acara. Rantai tersebut merupakan produk dari kebudayaan yang ujungnya pada pemberdayaan masyarakat.
 
"Kalau ada yang buat angklung tidak ada maestronya enggak bisa bunyi. Ada maestro tapi enggak ada medianya ga akan jalan, diam di museum aja," kata dia.
 
Maka dari itu, kata dia, penting untuk menghidupkan kebudayaan yang menjadi identitas bangsa, sebagai upaya mempertahankan nilai bangsa dari perubahan zaman.

​​​​​​"Perlu dukungan setiap pihak bukan hanya Ditjen Kebudayaan, tapi masyarakat yang hidup di dalamnya," kata dia.
 
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mengatakan produk kebudayaan bukan hanya sebatas tarian ataupun alat kesenian.
 
Dede mengatakan kebudayaan merupakan cara hidup atau cara pandang yang hidup dan berkembang di masyarakat.
 
Ia mencontohkan dahulu masyarakat banyak membangun lumbung untuk menyimpan padi. Lumbung ini menjadi model ketahanan pangan di kala terjadi puso, termasuk menanam umbi-umbian.
 
"Tapi kalau pemerintah mengajak, 'ayo makan ubi', pasti enggak mau. Padahal umbi-umbian itu ketahanan pangan yang merupakan kebudayaan," katanya.
 
Namun, yang terjadi saat ini, banyak masyarakat yang sudah melupakan hal tersebut, sehingga nilai filosofis yang terkandung di dalamnya hilang secara perlahan.
 
"Kita harus mengutamakan modal sosial, internalisasi nilai, dan pendayagunaan kekayaan budaya kita untuk mendukung pembangunan Indonesia. Hal ini yang membuat isu kebudayaan hidup berkelanjutan," kata dia.*

Baca juga: FKPT DIY kuatkan kearifan lokal cegah radikalisme dan terorisme

Baca juga: Sultan HB X: Energi bangsa dan kearifan lokal harus diaktualisasikan

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023