Peluru royal sekali berhamburan, tapi terlihat satu arah. Apakah memang ada baku tembak?"
Jakarta (ANTARA News) - Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Markas Besar Kepolisian Negara RI tidak perlu menyuguhkan proses penangkapan teroris layaknya hiburan atau "teroristainment" kepada masyarakat di beberapa tempat pada Rabu (8/5), kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon.

"Kita patut apresiasi kerja Densus 88, namun di sisi lain operasi berdurasi panjang patut dievaluasi dan diaudit. Kenapa begitu lama? Sudahkah sesuai prosedur? Apakah memang bisa diliput secara langsung oleh media," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Fadli mengatakan, operasi didukung aparat cukup banyak, yaitu 18 orang tim Densus 88 dibantu tim Kepolisian Daerah Jawa Barat dan Kepolisian Resort Bandung.

Operasi itu, dikemukakannya, seharusnya bisa lebih singkat karena jumlah terduga teroris jauh lebih sedikit dan minim perlawanan.

"Peluru royal sekali berhamburan, tapi terlihat satu arah. Apakah memang ada baku tembak?," ujarnya.

Dia mengatakan, operasi terbuka dan panjang seperti ini bisa memicu radikalisme baru atau dendam lebih hebat dari kerabat dekat, apalagi kalau diyakini belum tentu mereka benar-benar teroris, atau hanya berstatus terduga.

Menurut dia, prosedur operasi penangkapan teroris juga harus memperhatikan aspek penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Seseorang yang baru menjadi terduga, menurut Fadli, harusnya diberi hak untuk keadilan karena terkadang perlakuan di lapangan terhadap terduga teroris kurang memperhatikan kaidah HAM, padahal ditonton oleh publik.

"Misalnya, seperti terjadi kesalahan pemukulan terhadap warga dalam operasi penangkapan teroris di Karanganyar pada 2012,," katanya.

Fadli menekankan bahwa pemberantasan terorisme harus diiringi pencegahan sistemik, seperti kemiskinan dan ketidakadilan merupakan kunci utama kenapa benih radikal teroris masih mudah bermunculan.

Selain itu, menurut dia, upaya balas dendam terhadap tindakan aparat yang represif, bisa juga menjadi alasan munculnya kembali aktivitas radikal teroris.

"Tokoh-tokoh agama perlu dilibatkan agar ada persuasi. Jangan ulang kesalahan kekerasan di Guantanamo dan Abu Ghuraib," ujarnya, mengacu proses anti-teror yang dilakukan pihak Amerika Serikat.

Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap 20 orang terduga teroris di sejumlah lokasi sejak Rabu (8/5), tujuh di antaranya ditembak mati. Lokasi tersebut antara lain di Jakarta, Tangerang Selatan, Bandung, Batang, Kendal serta terakhir di Kebumen.

Polri merilis ketujuh terduga teroris yang tewas tersebut adalah Abu Roban, Bastari, Toni, Bayu alias Ucup, Budi alias Angga, Junet alias Encek dan Sarame.

Para terduga teroris yang ditangkap di Jakarta dalam keadaan hidup, yakni Faisal alias Boim, Endang, Agung, Agus Widharto dan Iman, sedangkan yang ditangkap di Kendal adalah Puryanto dan Iwan.

Terduga teroris yang ditangkap di Kebumen, yakni Farel, Wagiono, Slamet dan Budi. Kemudian terduga teroris yang ditangkap di Bandung, yakni William Maksum alias Acum alias Dadan dan Haris Fauzi alias Jablud.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013