Bondowoso (ANTARA) - Tidak keliru jika Indonesia pernah disebut sebagai kepingan surga yang jatuh ke Bumi oleh seorang ulama terkemuka Mesir Prof. Dr. Syekh Mahmud Syaltut.

Indonesia kaya dengan keindahan alamnya yang memukau mata. Indonesia juga kaya dengan budaya, dan lebih dari itu, negeri ini juga kaya dengan nilai-nilai luhur kehidupan.

Riak-riak kecil yang pernah mewarnai perjalanan bangsa ini tidak berarti kita telah kehilangan atau berpisah dengan nilai-nilai luhur itu.

Dunia mengakui, bahkan mengagumi kerukunan umat dan menjadi contoh pengamalan dari semboyan bhinneka tunggal Ika.

Bhinneka Tunggal Ika itu diambil dari isi kitab Sotasoma karangan Mpu Tantular pada masa Majapahit yang artinya walaupun berbeda-beda tapi tetap satu.

Melihat nilai luhur itu dari konteks sejarah, bangsa ini terbangun dari realitas yang beragam, baik suku, ras, agama maupun budaya.

Melihat adanya fakta perselisihan kelompok di masyarakat kita, sebetulnya juga bisa menguatkan fakta sesungguhnya bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika itu masih dipegang teguh oleh bangsa kita. Perselisihan itu memang ada, seberapapun beratnya kasus itu, namun kemudian, mereka kembali bisa rukun seperti sebelumnya. Fakta ini menunjukkan bahwa gen persatuan dalam diri bangsa ini tidak pernah luntur.

Dunia melihat dan mengakui falsafah kebersatuan dalam kebhinekaan itu lewat pernyataan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres.

PBB mengakui dan memuji sumbangsih Indonesia bagi terwujudnya perdamaian dunia dengan pegangan dasar Bhinneka Tunggal Ika.

Peran Indonesia dalam mewarnai dinamika hubungan antarnegara kawasan, yakni Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN)
juga tidak lepas dari nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika itu.

PBB juga mengakui peran ASEAN sebagai faktor penting bagi persatuan di dunia yang terpecah. Perhimpunan itu telah mampu menjadi jembatan pertemuan dan kebersamaan yang memang dibutuhkan oleh dunia saat ini.

Nilai-nilai kebhinekaan namun tetap satu itu juga menyeruak dalam konteks ASEAN dimana pada 2023 ini Indonesia memegang keketuaan.

Menghadapi berbagai problem, mulai dari ketegangan antarnegara hingga mengarah pada perpecahan atau konflik, perubahan iklim, kemiskinan dan lainnya, dunia membutuhkan kebersamaan dan kesetaraan.

Kebersamaan untuk hidup sejahtera tanpa penindasan satu atas lainnya tidak mudah diwujudkan tanpa ada nilai bersama yang mampu mewadahi kepentingan semua pihak secara adil.

Dunia, lewat Sekjen PBB, mulai tertarik untuk mereplikasi nilai-nilai luhur bangsa kita menjadi nilai universal yang meluas untuk mendinginkan suhu geopolitik dunia yang bagi PBB dinilai sangat mengkhawatirkan.

Sebagai pernyataan yang keluar dari tokoh dunia dan mewakili lembaga internasional, apa yang disampaikan oleh Antonio Guterres, Sekjen PBB ini, tentu bukan sekadar ungkapan basa basi dalam konteks diplomasi.

Ungkapan Guterres adalah wujud dari upaya perhimpunan negara-negara di dunia untuk menemukan formula mengatasi persaingan antarbangsa yang berlebihan hingga mengabaikan nilai-nilai bersama bahwa semua bangsa setara.

Pengakuan PBB atas nilai agung yang menjadi pegangan bangsa Indonesia menjadi pegas kejut yang menyadarkan semua elemen bahwa bangsa kita adalah bangsa besar.

Seorang Indonesianis dari Korea Selatan Prof Koh Young Hun saat berbincang dengan ANTARA mengungkapkan bahwa bangsa Indonesia adalah Garuda, bukan burung emprit.

Prof Koh ingin menggugah spirit tinggi dari bangsa Indonesia untuk lebih percaya diri menatap masa depan dengan gambaran yang lebih maju dan besar.

Indonesia yang dalam beberapa tahun ke depan akan menapaki 100 tahun kemerdekaan atau Indonesia Emas 2045, telah memiliki modal sosial dan modal spiritual untuk menjadi bangsa besar.

Meskipun dari beberapa peristiwa kita terbukti mampu segera kembali merajut perbedaan, modal besar ini harus disadari tetap memerlukan perawatan bersama dari masing-masing kita.

Secara spiritual, keragaman berbagai aspek dari bangsa kita ini adalah anugerah tak ternilai dari Tuhan. Bangsa Indonesia diamanahi anugerah besar untuk kita rawat bersama.

Ketika dalam momen tertentu ada peluang kita untuk merobek persatuan, kita segera kembali ke pegangan bersama untuk merawat amanah ini dari Tuhan. Kita tidak boleh larut dalam perbedaan yang bisa menyulut perpecahan.

Momen paling dekat yang akan kita hadapi bersama adalah pemilihan umum serentak pada 2024. Perbedaan pilihan pada calon, khususnya untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden, tidak kita sikapi dengan emosi berlebihan, hingga melupakan hakikat bahwa kita adalah saudara.

Ajakan semua pihak agar kita menghadapi pesta demokrasi lima tahunan ini dengan riang gembira adalah ikhtiar bersama yang harus kita afirmasi ke dalam diri untuk menjaga warisan leluhur dan amanah besar dari Tuhan yang Maha Esa ini.

Pujian dari masyarakat dunia mengenai nilai agung Bhinneka Tunggal Ika ini jangan sampai kita khianati sendiri semangat calon yang saya dukung harus menang.

Menjaga muruah bangsa yang dikagumi oleh dunia ini adalah tugas besar dan mulia agar kita tidak malu di hadapan bangsa lain yang justru ingin mengadopsi keluhuran-keluhuran yang kita miliki.

Setiap individu dari bangsa kita adalah pengemban amanah untuk merawat taman besar bernama Indonesia ini.

Mengenai amanah individual ini, mari kita dalami tentang "Efek Kupu-kupu", istilah dalam teori kekacauan yang berhubungan dengan "ketergantungan yang peka terhadap kondisi awal". Perubahan kecil pada satu tempat dalam suatu sistem tidak linear dapat mengakibatkan perbedaan besar dalam keadaan kemudian.

Istilah yang pertama kali dipakai oleh Edward Norton Lorenz, ahli meteorologi di Amerika Serikat, ini merujuk pada sebuah pemikiran bahwa kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brasil secara teori dapat menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian.

Fenomena ini juga dikenal sebagai sistem yang ketergantungannya sangat peka terhadap kondisi awal. Perubahan yang hanya sedikit pada kondisi awal, dapat mengubah secara drastis kelakuan sistem pada jangka panjang, meskipun jarak lokasinya ribuan kilometer.

"Efek Kupu-kupu" juga mengajarkan pada kita bahwa kebaikan atau keburukan, sekecil apapun, pasti berdampak besar di kemudian. Mari kita "kepakkan sayap" kebaikan hingga beresonansi ke berbagai penjuru Nusantara ini.
 

Copyright © ANTARA 2023