Untuk mendukung penyelenggaraan fraksionasi plasma di Indonesia, pemerintah tengah menyusun kebijakan untuk memastikan tersedianya suplai plasma yang aman dan berkualitas sebagai bahan baku PODP
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI bersama Indonesia Investment Authority (INA), badan negara yang mengelola dana investasi, melakukan penandatanganan Term Sheet dengan SK Plasma, fraksionator asal Korea Selatan, untuk menjalankan proyek fraksionasi plasma di Indonesia.
 
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Rizka Andalucia dalam keterangan di Jakarta, Kamis, mengatakan saat ini kebutuhan fraksionasi plasma untuk produksi lokal Produk Obat Derivat Plasma (PODP) masih bergantung 100 persen dari impor (plasma berasal dari pendonor darah luar negeri).

Bahkan nilai impor PODP pada tahun 2020 mencapai Rp1,1 triliun.
 
"Untuk mendukung penyelenggaraan fraksionasi plasma di Indonesia, pemerintah tengah menyusun kebijakan untuk memastikan tersedianya suplai plasma yang aman dan berkualitas sebagai bahan baku PODP, serta memprioritaskan penggunaan PODP yang diproduksi dengan plasma yang bersumber dari dalam negeri," kata Rizka.

Baca juga: Menko PMK: Industri fraksionasi plasma wujud kemandirian bangsa
 
Rizka mengatakan saat ini Indonesia telah memiliki 18 Unit Pengelola Darah (UPD) Palang Merah Indonesia (PMI) dan rumah sakit yang tersertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk menghasilkan plasma yang memenuhi persyaratan untuk produksi PODP.
 
Jumlah UPD dan plasma yang dihasilkan, kata dia, akan terus ditingkatkan untuk mendukung proyek fraksionasi plasma.
 
"PODP yang dimaksud antara lain Albumin, Intravenous immunoglobulin (IVIg), Faktor VIII, dan Faktor IX," ujarnya.
 
Untuk mewujudkan kemandirian PODP produksi dalam negeri, ungkap Rizka, Kemenkes telah menerbitkan Permenkes Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Darah untuk membuka partisipasi industri farmasi swasta dalam mendukung pemerintah untuk produksi lokal PODP.

Baca juga: Kemenkes tunjuk 2 industri untuk fraksionasi plasma
 
"Industri farmasi yang telah ditunjuk sebagai fasilitas fraksionasi plasma harus menjalankan fraksionasi plasma secara kontrak paling lambat satu tahun sejak ditetapkan. Selain mendapatkan sertifikasi CPOB, fasilitas produksi PODP paling lambat dilaksanakan dua tahun setelah melaksanakan fraksionasi plasma secara kontrak,” kata Rizka.
 
Pada tahap awal, kata dia, plasma yang memenuhi persyaratan keamanan dan kualitas dikirimkan ke fraksionator plasma luar negeri yang telah memiliki teknologi fraksionasi plasma untuk produksi PODP.
 
Kemudian, sambungnya, PODP tersebut dikirimkan kembali ke Indonesia untuk memenuhi pelayanan kesehatan.
 
Tahap selanjutnya, dilakukan transfer teknologi dari fraksionator plasma luar negeri sebagai pemilik teknologi kepada industri farmasi di Indonesia, agar fasilitas fraksionasi plasma dalam negeri dapat melakukan produksi PODP.
 
Untuk diketahui ketahanan farmasi merupakan pilar ketiga dari transformasi kesehatan yang saat ini sedang dijalankan oleh Kemenkes.

Baca juga: Pemerintah tingkatkan produksi vaksin dan fraksionasi plasma
Baca juga: PMI dan BPOM kerja sama dukung industri fraksionasi plasma

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023