Goris, Armenia (ANTARA) - Separuh lebih dari 120.000 warga etnis Armenia di Nagorno-Karabakh sudah meninggalkan wilayah tersebut dalam waktu kurang dari empat hari setelah Azerbaijan menguasai wilayah pegunungan itu, di mana mereka mempertahankan otonomi selama tiga dekade terakhir.

Operasi militer kilat Azerbaijan memicu eksodus terbesar di Kaukasus Selatan itu sejak perang meletus, ketika warga etnis Armenia mengambil alih wilayah tersebut begitu Uni Soviet pecah, dan ratusan ribu orang Azeri melarikan diri dari wilayah itu.

Azerbaijan menyatakan siap menghormati hak-hak etnis Armenia di tengah langkah mereka mengintegrasikan wilayah itu.

Namun, sejarah yang digayuti ingatan tentang dugaan genosida, pembersihan etnis, pogrom, dan setidaknya dua perang, membuat warga etnis Armenia melarikan diri karena ketakutan.

Pada Kamis pagi, Yerevan mengatakan 65.036 orang sudah menyeberang ke Armenia yang bertetangga dengan Azerbaijan.

Sebagian besar dari mereka berkendara selama lebih dari 24 jam bersama barang-barang mereka, menyusuri jalan-jalan pegunungan yang penuh sesak melalui wilayah Azerbaijan.

"Ini adalah salah satu bagian tergelap dalam sejarah Armenia," kata Pastor David, pendeta Armenia berusia 33 tahun yang datang ke perbatasan untuk memberikan dukungan spiritual kepada mereka yang melarikan diri. "Seluruh sejarah Armenia penuh dengan penderitaan."

Banyak warga etnis Armenia yang mengendarai mobil, truk, bus, dan bahkan traktor yang sarat muatan, mengisahkan pengalaman mereka menghabiskan malam-malam yang dingin di pegunungan sambil menahan lapar dan ketakutan.

Sewaktu era Soviet, Nagorno-Karabakh menikmati otonomi dalam wilayah Republik Soviet Azerbaijan. Namun, ketika Uni Soviet runtuh, Perang Karabakh Pertama pun meletus.

Sekitar 30.000 orang terbunuh pada 1988-1994. Sejuta lebih orang mengungsi, lebih dari separuhnya adalah warga Azeri.

Pada 2020, Azerbaijan membalas dengan merebut kembali sebagian besar wilayah Karabakh dan sekitarnya dalam perang 44 hari. Mereka kemudian membangun fondasi untuk penaklukan yang mereka lakukan pekan lalu.

Mantan penguasa Karabakh ditangkap

Vardanyan adalah bankir dan dermawan yang memimpin pemerintahan separatis Karabakh antara pada November 2022-Februari 2023.

Pada Kamis, dia didakwa berusaha melintasi perbatasan Azerbaijan secara ilegal.

Kemenangan Azerbaijan dan penyerahan senjata Karabakh telah mengubah kontur Kaukasus Selatan, di mana Rusia, Amerika Serikat, Turki, dan Iran bersaing berebut pengaruh.

Armenia mengambinghitamkan sekutunya, Rusia, yang sibuk memerangi Ukraina, karena tidak melakukan apa pun untuk membantu etnis Armenia.

Namun, Moskow mengatakan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan semestinya berkaca diri dan seharusnya tidak menjalin hubungan lebih dekat dengan Barat.

Amerika Serikat, yang merupakan rumah bagi diaspora Armenia terbesar kedua di dunia, sudah mendekati Armenia dengan retorika dan bantuan kemanusiaan, tetapi mengkritik Azerbaijan yang berhubungan dekat dengan Turki.

Samantha Power, kepala Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), sempat bertemu dengan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev di Baku pada Rabu setelah mengunjungi Armenia.

Power “menekankan pentingnya memberikan akses kemanusiaan tanpa hambatan ke Nagorno-Karabakh, termasuk mereka yang terjebak di Koridor Lachin, dan kebutuhan mendesak dalam memperluas akses bagi organisasi-organisasi kemanusiaan".

"Presiden Azerbaijan menegaskan bahwa penduduk sipil tidak dirugikan selama operasi anti-teroris itu, dan hanya formasi bersenjata dan fasilitas militer ilegal Armenia yang menjadi sasaran," kata Azerbaijan.

"Menyangkut hak-hak penduduk Armenia yang tinggal di wilayah Karabakh, Presiden Ilham Aliyev menekankan bahwa, seperti etnis minoritas lainnya yang tinggal di Azerbaijan, hak-hak mereka akan dijamin sesuai undang-undang negara dan kewajiban internasional."

Sumber: Reuters

Baca juga: Azerbaijan janji lindungi hak warga Armenia di Karabakh
Baca juga: PM Armenia salahkan Rusia karena gagal jamin keamanan Nagorno-Karabakh

 

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023