Hal ini membuat upaya untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia akan sulit tercapai
Jakarta (ANTARA) - Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) mengingatkan pemerintah agar ikut campur dan proaktif dalam mengatur industri tembakau yang ada di Indonesia.
 
RUKKI menilai pemerintah harus dapat mengatur industri tembakau, lantaran laporan Indeks Gangguan Industri Tembakau (TII Index) 2023 menyatakan bahwa Indonesia memperoleh skor yang cukup tinggi yakni 84.
 
"Hal ini membuat upaya untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia akan sulit tercapai," kata Ketua RUKKI Mouhamad Bigwanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
 
Bigwanto mengatakan kurang aktifnya pemerintah dalam mengatur industri tembakau berdampak pada tidak optimalnya upaya perlindungan kesehatan masyarakat melalui pengendalian produk tembakau.

Baca juga: 85 persen kanker kepala dan leher disebabkan oleh tembakau
 
Hasil pemantauan RUKKI, kata dia, mengukuhkan posisi Indonesia yang selama lima tahun terakhir selalu menempati urutan tertinggi dari sembilan negara di Asia Tenggara.
 
"Skor 84 pernah diperoleh Indonesia pada 2015, lalu berturut-turut meraih skor 81 (2016), 79 (2017), 75 (2018), 82 (2019), dan 83 (2020)," ungkap Bigwanto.
 
Dalam keterangan yang sama, Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan tidak adanya kebijakan yang kuat untuk melindungi anak dari rokok menjadi tantangan berat bagi Indonesia dalam mewujudkan SDM unggul dan berdaya saing.
 
"Padahal seharusnya target penurunan prevalensi perokok usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen pada 2024 bisa menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan SDM di dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024,” ucapnya.

Baca juga: Kemenkes: Dalam 5 tahun jumlah perokok pada anak dan remaja melonjak
 
Sebelumnya Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Atong Soekirman menyatakan pembentukan peta jalan hasil tembakau yang dibuat pemerintah akan memperhatikan kepentingan dari masing-masing pihak.
 
Meski permaslahatan yang dibidangi oleh Kementerian Kesehatan terkait tingginya konsumsi rokok pada anak usia 10-18 tahun tidak bisa diabaikan, ungkap Atong, kebijakan yang dibuat seperti menaikkan harga cukai rokok juga perlu melihat hasil kinerja atau produk-produk di kementerian/lembaga lainnya.
 
Contohnya adalah bagi Kementerian Perindustrian, sambungnya, hasil tembakau masuk dalam kategori highly regulated program, di mana hasilnya adalah dari tahun ke tahun angka industri rokok mengalami penurunan dari 4.000 uni pada tahun 2006-2007 menjadi 500-700 unit saat ini.
 
"Dengan segi pandang ini kami memberikan gambaran bahwa di Kementerian Keuangan berusaha mencari titik keseimbangan dari kebijakan itu sendiri, karena kebijakan itu tidak akan bisa memuaskan satu pihak saja,” kata Atong.

Baca juga: Kemenperin dukung iklim investasi produk olahan tembakau inovatif

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023