Jakarta (ANTARA) - Pelaku seni dan budaya meminta pemerintah agar mengkaji ulang serta tidak terburu-buru dalam mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan.

Hal tersebut lantaran adanya sejumlah pasal kontroversial terkait tembakau dalam aturan tersebut.

Komika, Kamal Ocon, melalui keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (15/4), menyayangkan adanya aturan tembakau di RPP Kesehatan yang dinilai akan sangat berdampak negatif bagi para pelaku seni kreatif, termasuk stand-up comedy. Terlebih, kegiatan stand-up comedy saat ini sedang berkembang dan terus bertumbuh di sejumlah daerah, termasuk di Bandung.

"Di Bandung beberapa tahun ini kegiatan-kegiatan stand-up comedy juga bekerja sama dengan produk tembakau. Kalau ke depannya tidak boleh, pasti kami akan kesulitan untuk mencari sponsor," ucapnya.

Pernyataan itu disampaikan-nya saat acara diskusi di Kota Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Baca juga: Pakar nilai pasal terkait tembakau harus dipisah dari RPP Kesehatan

Baca juga: Gappri minta pemisahan pengaturan produk IHT dari RPP Kesehatan

Baca juga: Asosiasi industri hasil tembakau khawatir dampak negatif RPP Kesehatan


Oleh karena itu, Kamal menilai jangan sampai aturan tembakau di RPP Kesehatan ini buru-buru disahkan. Ia juga meminta kebijaksanaan pemerintah untuk mengkaji ulang rencana aturan ini, termasuk memikirkan dampaknya secara komprehensif terhadap pelaku industri kreatif seperti para komika dan pihak pekerja lainnya yang terlibat di dalamnya.

"(Penyusunan aturan tembakau di RPP Kesehatan) ini sepertinya belum melibatkan banyak pihak. Ini kan dampaknya luas, jadi jangan tanya satu pihak saja. Coba tanya dari sisi pelaku industrinya dan pihak-pihak yang terdampak seperti pekerja seni, petani, pedagang, sampai perokoknya sendiri, semua harus ditanya," ujar Kamal.

Komika lain yang hadir di acara itu, yakni Yadi Badot turut mempertanyakan mengenai implementasi dan pengawasan pelaksanaan aturan tembakau di RPP Kesehatan tersebut, jika sampai disahkan.

Sebab, kata dia, terdapat beberapa rencana larangan ada yang bersifat tidak masuk akal dari sisi pengawasan seperti larangan penjualan menjual rokok secara eceran hingga larangan pemajangan memajang produk tembakau di tempat penjualan.

"Selain sebagai komika, saya juga merupakan seorang petani. Kalau nanti setelah bertani saya merokok, terus tiba-tiba saya ditanya sama petugas 'beli rokoknya di mana? Beli eceran ya?' Sudah kayak produk terlarang saja," tuturnya.

Bukan hanya dari para komika, musisi asal Bandung, Sarah Saputri, juga tidak setuju dengan aturan tembakau yang terdapat di RPP Kesehatan. Ia menyatakan bahwa RPP Kesehatan dinilai dapat mengancam keberlanjutan karier para pekerja seni.

"Iya, berbicara realitas memang seperti itu. Jadi, setiap acara, apalagi festival musik, biasanya di baliknya ada sponsorship yang besar dari produk tembakau. Jadi, kalau tidak boleh lagi, pastinya akan menghambat industri kreatif, subsektor musik khususnya. Ingat, dampaknya itu juga pasti lebih besar lagi, bukan hanya bagi musisi-nya saja," ujar penyanyi dengan keahlian bermain harmonika tersebut.

Untuk itu, Sarah meminta kepada pemerintah untuk lebih bijaksana dan mengkaji ulang aturan tembakau di RPP Kesehatan tersebut, terutama dampak negatifnya kepada jutaan orang dari banyak profesi, jika RPP Kesehatan ini disahkan.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024