Kita ingin mengedepankan kesehatan, tetapi tidak dengan cara yang sporadis, karena akan menimbulkan guncangan yang lebih besar di sisi ekonomi
Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengatakan bahwa penerapan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan berpotensi menghadirkan tantangan serius bagi lapangan usaha sektor-sektor terkait industri hasil tembakau (IHT).

"Penerapan RPP Kesehatan akan menurunkan jumlah produksi dari beberapa golongan dan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya" ujar Heri dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu.

Heri menyampaikan Indef telah melakukan kajian mendalam dengan merancang tiga skenario untuk melihat potensi dampak dari pasal-pasal terkait IHT dalam RPP Kesehatan.

“Kami melakukan wawancara untuk melihat arah atau respon industri itu seperti apa. Kemudian hasil wawancara itu kami coba lakukan simulasi dengan menggunakan data input-output dan dimasukkan ke dalam model computable general equilibrium," kata Heri.

Skenario pertama melibatkan penurunan produksi secara agregat sebesar 20 persen akibat penerapan aturan jumlah kemasan. Simulasi menunjukkan potensi penurunan pertumbuhan ekonomi hingga -0,4 persen, mengurangi pertumbuhan dari 5 persen menjadi 4,6 persen.

Skenario kedua melibatkan pemajangan produk di sektor ritel dengan asumsi penurunan omzet sebesar 5 persen. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi tergerus sebesar 0,1 persen.

Kemudian skenario ketiga menyoroti pelarangan iklan produk tembakau. Data transaksi antar sektor yang komprehensif digunakan untuk melihat dampak pada sektor periklanan.

Hasilnya, dengan dampak negatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar -0,03 persen. Namun, jika ketiga pasal terkait zat aditif dalam RPP tersebut diterapkan bersamaan, dampaknya bisa mencapai -0,53 persen, dengan nilai PDB Indonesia berpotensi kehilangan Rp103 triliun.

Lebih lanjut Heri menekankan bahwa penurunan produksi dan permintaan di sektor IHT tidak hanya berdampak pada sektor tersebut tetapi juga merembet ke sektor-sektor terkait, termasuk penurunan keluaran atau output industri rokok sebesar 26,49 persen dan penurunan tenaga kerja sebesar 10 persen.

Meskipun ada klaim bahwa penerapan RPP Kesehatan dapat menghemat biaya kesehatan hingga Rp34 triliun, Indef mencatat bahwa kerugian ekonomi yang dihasilkan mencapai Rp103 triliun, mengindikasikan keseimbangan yang rentan dalam formulasi kebijakan.

"Kita ingin mengedepankan kesehatan, tetapi tidak dengan cara yang sporadis, karena akan menimbulkan guncangan yang lebih besar di sisi ekonomi," kata Heri.

Dengan demikian, Heri berharap pemerintah dapat mencari solusi yang seimbang untuk melindungi kesehatan masyarakat tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Kemenko: Pengamanan zat adiktif masih dibahas di RPP Kesehatan
Baca juga: GAPPRI minta pemerintah pertimbangkan dampak sosial RPP Kesehatan
Baca juga: 14 organisasi kesehatan dukung aturan pengendali zat adiktif tembakau


Pewarta: Arif Prada
Editor: Citro Atmoko
Copyright © ANTARA 2023