Dalam RUU KUHAP tercantum adanya lembaga yang diberi nama Hakim Pemeriksa Pendahuluan, atau disebut juga Hakim Komisaris. Wewenangnya, menilai jalannya penyidikan dan penuntutan serta wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang,"
Surabaya (ANTARA News) - Salah satu poin penting dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang saat ini masih dibahas sebelum disahkan, yakni membahas dan mematangkan peran Hakim Pemeriksa Pendahuluan.

Demikian dikatakan Ketua Umum DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Humphrey R.Djemat di sela seminar nasional dan diskusi panel bertajuk "Integrated Criminal Justice System" atau sistem peradilan pidana terpadu di Surabaya, Sabtu.

"Dalam RUU KUHAP tercantum adanya lembaga yang diberi nama Hakim Pemeriksa Pendahuluan, atau disebut juga Hakim Komisaris. Wewenangnya, menilai jalannya penyidikan dan penuntutan serta wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang," katanya.

Menurut dia, eksistensi dan peran Hakim Pemeriksa Pendahuluan tercantum pada sejumlah pasal dalam RUU KUHAP yang sudah saat ini ada di meja DPR.

"Hakim Pemeriksa Pendahuluan diberi wewenang menilai tahap penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, bahkan sampai penyadapan percakapan telepon," kata Humphrey.

Dalam RUU tersebut, juga dijelaskan peran polisi dan jaksa yang selama ini bisa melakukan penangkapan, penyitaan, penahanan terhadap tersangka akan diambil alih oleh hakim pemeriksa pendahuluan, sesuai yang tertuang dalam draf RUU KUHAP.

Dalam Rancangan KUHAP yang diajukan pemerintah untuk mengganti UU Nomor 8 Tahun 1981, kata dia, kewenangan menahan seorang tersangka dalam rangka penyidikan paling lama diberikan selama lima hari dan bisa diperpanjang lima hari lagi oleh jaksa penuntut umum.

Selanjutnya, jika masa penahanan habis maka penyidik mengajukan permohonan secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan dengan tembusan kepada jaksa penuntut umum.

Berikutnya, setelah mendapat surat dari penyidik mengenai permohonan perpanjangan penahanan, Hakim Pemeriksa Pendahuluan wajib memberitahukan dan menjelaskan kepada tersangka.

"Pemberitahuan kepada tersangka itu bisa disampaikan melalui surat atau mendatangi secara langsung tersangka dengan menjelaskan tindak pidana yang disangkakan, hak tersangka, dan perpanjangan penahanan. Hakim Pemeriksa Pendahuluan bisa memperpanjang masa penahanan selama 20 hari dan perpanjangan itu disampaikan kepada tersangka," katanya.

Tidak hanya itu saja, hakim juga bisa memutuskan apakah seorang tersangka bisa ditahan apa tidak. Semisal, polisi, jaksa ataupun advokat bisa mengajukan permohonan seorang tersangka misal dalam keadaan hamil atau lumpuh maka hakim pemeriksa yang akan memutuskan apakah akan melakukan penahanan atau tidak.

Bahkan, Hakim Pemeriksa Pendahuluan juga diberi kewenangan menetapkan sah atau tidaknya penahanan. Jika memang penahanan dilakukan dengan tidak sah, Hakim Pemeriksa Pendahuluan bisa menetapkan tersangka berhak mendapatkan ganti kerugian.

Humphrey menjelaskan, Hakim Pemeriksa Pendahuluan dibebaskan dari tugas mengadili semua jenis perkara dan tugas lain yang berhubungan dengan tugas pengadilan negeri. Hakim juga tidak berkantor di pengadilan, tetapi berkantor di dekat rumah tahanan negara.

"Dia menjalankan tugas karena jabatannya seorang diri dan penetapan atau putusan Hakim Pemeriksa Pendahuluan tidak dapat diajukan banding atau kasasi," kata dia.
 (T.KR-FQH)

Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013