Kalau bisa saya bilang, ini adalah PLTS pertama untuk pengolahan nikel di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - PT Sumber Energi Surya Nusantara (SESNA) melakukan penandatangan perjanjian penyediaan energi ramah lingkungan untuk pengolahan bijih nikel dari Nickel Industries (NIC) dengan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 200 MWp dan penyimpanan baterai 20 MWh di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.

CEO SESNA Rico Syah Alam mengatakan, kerja sama ini akan menjadi proyek PLTS terbesar di Indonesia, di mana SESNA bertanggung jawab penuh pada proses pengoperasian dan perawatannya.

"Kalau bisa saya bilang, ini adalah PLTS pertama untuk pengolahan nikel di Indonesia. NIC akan menjadi role model dan menjadi inspirasi," ujar Rico usai penandatanganan kerja sama antara SESNA dan NIC di Jakarta, Rabu.

Rico menyampaikan, proyek ini merupakan perpanjangan dari kolaborasi yang sedang berlangsung antara SESNA dan NIC. Diketahui, keduanya telah bekerja sama dalam penyediaan sistem tenaga surya dengan kapasitas 396 kWp + 250 kWh Battery Energy Storage System (BESS) untuk kamp dan area perkantoran di anak perusahaan NIC, PT Hengjaya Mineralindo.

Penggunaan PLTS pada pengolahan bijih nikel bertujuan untuk menciptakan nikel yang bersih dan berkelanjutan lantaran meminimalisir jejak karbon. SESNA menerapkan skema zero capex atau nol biaya pembelian, perawatan aset karena bersifat solar rental selama 25 tahun atau jangka panjang dalam kerja sama ini.

Langkah ini dinilai sebagai bentuk efisiensi dan menjadi salah satu keunggulan SESNA sebagai perusahaan yang bergerak di bidang Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Pasalnya, selama ini, terhambatnya transisi energi di bidang industri sering dikaitkan dengan pembiayaan yang tinggi.

Sebagai contoh, pembiayaan pembangunan PLTS ini sama sekali tidak dibebankan atau melibatkan NIC sebagai pelanggan. Skema pembiayaan yang digunakan adalah kontrak dengan harga tetap tanpa eskalasi.

Skema zero capex yang ditawarkan SESNA diharapkan dapat menarik minat perusahaan industri lainnya untuk beralih ke penggunaan energi hijau yang mendukung keberlanjutan.

"Semua pendanaan dari kami sebagai developer. Kami sediakan paket zero capex, sehingga kita bertanggung jawab pada solar performance-nya," kata Rico.

Sementara itu, Managing Director NIC Justin Werner mengatakan perjanjian kerja sama ini merupakan bukti komitmen NIC untuk menjadi yang terdepan dalam transisi menuju energi terbarukan di Indonesia.

Proyek ini juga merupakan langkah baru bagi NIC dan SESNA setelah sukses dengan proyek pilot PLTS 395 KWp dan BESS di Tambang Hengjaya.

"Proyek ini menandai langkah baru dalam upaya berkelanjutan kami untuk mengurangi jejak karbon di seluruh aset pengolahan hilir yang kami miliki saat ini, serta dapat menjadi sumber energi terbarukan yang bersih bagi potensi proyek ENC HPAL di masa depan, yang ditargetkan sebagai salah satu proyek dengan emisi karbon terendah di seluruh dunia," kata Justin.

NIC terus memprioritaskan aspek lingkungan dan keberlanjutan. Perhatian ini telah membuahkan apresiasi pada Agustus 2023 dalam bentuk Penghargaan Industri Keberlanjutan di TrenAsia ESG Awards. Selain memproduksi dan mengolah bijih nikel, NIC juga berencana membuat fasilitas pengolahan untuk mendukung rantai pasokan produksi baterai di masa depan.

Dengan memanfaatkan energi matahari, opsi keberlanjutan akan terlihat dalam rantai nilai dari hulu ke hilir. Dengan demikian, jejak karbon akan semakin diminimalisasi dalam industri ini.


Baca juga: NIC dan SESNA komitmen hasilkan nikel ramah lingkungan dengan PLTS
Baca juga: Dirut PLN sebut pembangunan PLTS terapung Cirata hampir tuntas

 

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023