Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meminta aparat penegak hukum untuk menjatuhkan hukuman maksimal kepada ketua geng motor berinisial A (38), pelaku kekerasan seksual terhadap 40 remaja di Kabupaten Bengkalis, Riau.

"Agar aparat penegak hukum menjatuhkan hukuman maksimal kepada pelaku," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Nahar menuturkan perbuatan keji pelaku tidak hanya merugikan korban, tetapi menimbulkan dampak yang luar biasa seperti gangguan psikologis berupa trauma berkepanjangan dan juga gangguan seksual, terlebih pelaku mengancam para korban sehingga mereka merasa ketakutan jika suatu hari nanti pelaku bebas.  

Nahar mengatakan atas tindakan asusila yang dilakukan oleh pelaku berupa persetubuhan terhadap satu korban anak, pelaku melanggar Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar sesuai dengan Pasal 81 Ayat (1) dan/atau Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Selain itu, atas pencabulan terhadap para korban anak, pelaku melanggar Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar sesuai dengan Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Tidak hanya itu, dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang menimbulkan korban lebih dari satu orang, pidana-nya dapat merujuk Pasal 81 Ayat (5) dan atau ditambah 1/3 dari ancaman pidana sesuai dengan Pasal 82 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016," kata Nahar.

Berdasarkan Pasal 81 Ayat (6) dan (7) dan Pasal 82 Ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan dapat dikenakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Nahar pun mengingatkan bahwa sebagaimana Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, penyelesaian kasus tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan di luar proses peradilan.

Baca juga: KemenPPPA kutuk kekerasan seksual ketua geng motor terhadap 40 remaja

Baca juga: Orang tua diminta bekali anak pengetahuan pencegahan kekerasan seksual

Baca juga: KemenPPPA kecam pencabulan murid SD oleh guru di Bogor

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023