Jakarta (ANTARA) - Dua perusahaan yang menunggak iuran program BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) sejak 2019 ditetapkan jadi tersangka tindak pidana korupsi.

Keterangan BPJAMSOSTEK yang diterima di Jakarta, Kamis, menjelaskan sebagaimana amanat pada UU No.24/2011 tentang BPJS, Pemerintah mewajibkan pemberi kerja/badan usaha untuk mendaftarkan seluruh pekerjanya sebagai peserta Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Jika tidak memenuhi kewajiban tersebut dikenakan sanksi, seperti yang dikenakan kepada PT QT dan PT HLI yang menunggak iuran sejak 2019 hingga saat ini.   

Telah dilakukan seluruh upaya terhadap kasus tersebut. Petugas pemeriksa BPJAMSOSTEK telah memberi surat pemberitahuan menunggak iuran, pemeriksaan data, pemeriksaan lapangan, dan pengenaan sanksi denda, serta upaya hukum dengan menyerahkan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat pada Tahun 2022.

SKK tersebut menjadi dasar bagi Kejaksaan Negeri Jakarta Barat untuk melakukan pemanggilan, somasi/peringatan, serta melakukan segala tindakan dan perbuatan hukum yang dianggap perlu dan berguna bagi BPJAMSOSTEK.

Adapun piutang iuran PT QT berjumlah Rp1.045.670.652 dan piutang iuran PT HLI berjumlah Rp256.285.072 yang sepatutnya diselesaikan.

“Menunjuk dari Surat Kuasa Khusus dari BPJS Ketenagakerjaan Nomor: SKK/53/032022 dan Nomor: SKK/100/032022, telah ditindaklanjuti oleh Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara melalui sosialisasi dan pemanggilan di kantor kami.” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat Iwan Ginting yang dikonfirmasi, Rabu (4/10).

Mantan Aspidsus Kejati Banten itu menyatakan pada kedua perusahaan telah dilakukan pengembangan dan atas tunggakan iuran pada BPJAMSOSTEK yang hingga saat ini belum dibayarkan, serta adanya pelaporan dari perusahaan lainnya.

Atas hasil pengembangan itu, Penyidik Pidsus telah menetapkan Direktur PT QT (inisial RO) dan Direktur PT HLI (inisial HK) sebagai tersangka dugaan korupsi. Tindak pidana tersebut sebagai muara tunggakan iuran pada BPJAMSOSTEK.

Pada sebagian aset perusahaan terdapat hak pekerja dan sudah disita oleh Kejaksaan. Sebagaimana termaktub pada Pasal 19 jo Pasal 55 UU No.24//2011 tentang BPJS, Pemberi Kerja wajib memungut iuran dan menyetorkan kepada BPJS.

Apabila perusahaan tidak memenuhi kewajibannya, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Baca juga: BPJAMSOSTEK edukasi masyarakat gunakan produk ramah lingkungan

Baca juga: Kemnaker gencar sasar kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sektor Informal

Baca juga: BPJAMSOSTEK komitmen berikan layanan modern dan mudah diakses

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023