Kain Gambo 100 persen berbahan dasar asli dari alam. Talinya terbuat dari kapas organik dan pewarnannya menggunakan getah pohon gambir yang didapat dari hutan Sumatera Selatan
Jakarta (ANTARA) - Kain Gambo, kriya asal Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan mulai diperkenalkan kepada masyarakat sebagai tren pakaian masa kini untuk melawan kerusakan lingkungan hidup.

“Kain Gambo 100 persen berbahan dasar asli dari alam. Talinya terbuat dari kapas organik dan pewarnaannya menggunakan getah pohon gambir yang didapat dari hutan Sumatera Selatan,” kata Kepala Sekretariat Interim Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Ristika Putri Istanti di Jakarta, Minggu.

Pengenalan tersebut dilakukan Ristika bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam organisasi Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) dan Hutan Itu Indonesia, dengan menggelar parade busana “Bangga Berkain Bahan Lokal Alam Indonesia” di Bundaran Hotel Indonesia (HI).

Ristika menjelaskan, karena bahan dasar Kain Gambo yang sepenuhnya berasal dari alam maka akan tumbuh kesadaran dalam diri seseorang yang memakainya untuk mencintai lingkungan.

“Tumbuhnya rasa cinta terhadap lingkungan itulah yang menjadi dasar tindakan seseorang untuk mulai melawan kerusakan lingkungan hidup,” kata dia.

Hal itu terjadi karena menurut Ristika, kalau lingkungan rusak, misal pohon gambir atau pohon lainnya yang dapat sebagai pewarna kain mati yang hidup liar di hutan ditebangi maka berarti tidak akan ada lagi produksi Kain Gambo yang memenuhi nilai estetika ini.

Kemudian tujuan lain dalam gerakan ini juga mendukung keberlanjutan perajin tenun Kain Gambo dan kriya tradisional berbahan alam lainnya di Indonesia.

Ia menyebutkan, perajin tenun tradisional mendapatkan pengawasan langsung dari Dekranasda Kabupaten dan Kota yang berkomitmen untuk menerapkan ekonomi berkelanjutan.

Berdasarkan data Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Musi Banyuasin, omzet pedagang Kain Gambo pada tahun 2022 mencapai Rp2,5 miliar. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2021 yang mencapai Rp2 miliar.

“Mereka memproduksi kain secara terbatas mengedepankan asas bangga, sadar, dan cukup. Artinya tidak seperti industri-industri tekstil pembuatan fast fashion mengeksploitasi alam berlebihan,” kata dia.

Ia menyebutkan, maka para perajin tenun lokal perlu diberdayakan dan didukung dengan membeli produk buatannya ketimbang industri tekstil fast fashion yang bertanggungjawab terhadap peningkatan 10 persen dari total emisi karbon dunia, bahkan diperkirakan terus meningkat sampai 50 persen pada 2030.

Baca juga: Jihane Almira kenakan 'Gambo Muba' di Miss Supranational 2021 Polandia
Baca juga: Iriana Jokowi kagumi gambo Muba


Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Sella Panduarsa Gareta
Copyright © ANTARA 2023