Jakarta (ANTARA) - Komnas Perempuan menyampaikan para perempuan terpidana mati di Indonesia, masih mengalami sejumlah pelanggaran HAM atas peradilan yang jujur dan adil.

"Perempuan terpidana mati mengalami pelanggaran HAM fair trial dalam beberapa bentuk," kata Anggota Komnas Perempuan Tiasri Wiandani saat dikonfirmasi, di Jakarta, Rabu.

Pelanggaran ini di antaranya ada yang mengalami penyiksaan seksual dalam proses penyelidikan oleh polisi, tidak semua didampingi oleh pengacara sejak awal proses penyidikan di kepolisian, dan terbatasnya layanan bantuan hukum di lapas untuk upaya hukum lanjutan.

Kemudian tidak disediakan penerjemah yang memadai, serta tidak dimunculkannya hal-hal yang meringankan bagi perempuan terpidana mati saat proses peradilan oleh pendamping hukum atau kuasa hukum.

Komnas Perempuan juga melihat para perempuan terpidana mati ketika berada dalam deret tunggu dan ditempatkan dalam lapas yang tidak secara khusus diperuntukkan bagi terpidana mati, tetapi dalam lapas wanita umum sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan.

"Padahal status mereka berbeda dengan terpidana lain yang masih memiliki harapan dan kesempatan untuk bebas dan meneruskan kehidupan di luar lapas," kata Tiasri Wiandani.

Komnas Perempuan juga menemukan adanya keterbatasan pemenuhan hak untuk kebutuhan perempuan terpidana mati dalam deret tunggu, baik terkait pemenuhan kebutuhan khusus layanan psikologis, layanan bantuan hukum terutama pemenuhan hak dalam upaya pengampunan, kunjungan dan penempatan khusus terutama akses terhadap keluarga dan anak yang belum terpenuhi secara ideal.

Baca juga: Komnas: Penganiayaan berujung kematian di Surabaya merupakan femisida
Baca juga: Komnas: Hukuman mati sebabkan dampak berkepanjangan keluarga terpidana
Baca juga: Komnas Perempuan harap ada kebijakan pemenuhan hak WB perempuan

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023