Sanur, Bali (ANTARA News) - Dalam industri penerbangan dunia, ada "rumus" yang berlaku universal: pertumbuhan pasarnya satu setengah kali persentase pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan.

Namun itu berlaku suatu anomali di Indonesia. "Itu tidak berlaku untuk Indonesia, yang tumbuh dua kali dari pertumbuhan ekonominya," kata Komisaris Independen PT Garuda Indonesia, Peter F Gontha, di Sanur, Bali, Senin.

Dia turut dalam penerbangan pengenalan pesawat terbang terbaru PT Citilink, Airbus A320 nomor registrasi PK-GLT dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta ke Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali.

Penerbangan itu dipimpin Direktur Utama PT Citilink, Arif Wibowo, yang juga menjelaskan berbagai hal tentang perusahan penerbangan anak perusahaan PT Garuda Indonesia itu. 

Basis bisnis penerbangan Citilink adalah biaya rendah, sebagaimana ditegaskan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, "Jangan menjadi Garuda. Fokus di layanan biaya rendah."

Pasar penerbangan biaya rendah inilah yang mendorong secara luar biasa pertumbuhan industri penerbangan di Tanah Air sejak pertengahan 2000.

Menurut Gontha, pemakai jasa penerbangan di Indonesia bertambah sekitar 10 juta orang setiap tahun. Polanya tidak sepenuhnya linier melainkan cenderung eksponensial, bermakna laju pertumbuhan ini semakin besar dari tahun ke tahun.

Pada kuartal pertama 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia "cuma" 6,2 persen, turun ketimbang capaian pada 2012 sebesar 6,8 persen. Walau menurun, tetap angka pertumbuhan itu di atas pertumbuhan Asia dan dunia.

Hingga akhir 2012, pemakai jasa penerbangan domestik Indonesia sebanyak 66,2 juta orang. "Pasar penerbangan berbiaya rendah sekitar 40 juta dan ini terus bertumbuh," kata Gontha.

Satu penentu adalah pergeseran tingkat kemakmuran penduduk Indonesia yang terus terjadi, yang pada 2030 diperkirakan terdapat 135 juta jiwa yang berdaya beli cukup.

"Ilustrasinya begini, jika seseorang mampu membeli mobil bekas atau sepeda motor, maka dia pasti mampu membeli tiket pesawat terbang di kelas ini," kata pebisnis yang namanya terlanjur melekat dengan Java Jazz itu.

Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013