Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengevaluasi program percepatan penurunan stunting (PPS) terpadu berbasis wilayah perbatasan, pesisir, dan rawan pangan (P2R).      

"Tujuan umum untuk mengevaluasi implementasi percepatan atau mengetahui gambaran implementasi percepatan penurunan stunting di daerah P2R," kata Program Officer Bidang Program dan Kegiatan Sekretariat PPS BKKBN Dr. dr. Lucy Widasari dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.   

Evaluasi PPS ini meliputi tiga provinsi mewakili wilayah pesisir (Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat), perbatasan (Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat), dan rawan pangan (Kabupaten Rokan Hulu, Riau), periode Juni hingga Juli 2023.  

Lucy menjelaskan, selain untuk mengetahui sejauh mana implementasi program PPS, kegiatan ini juga memiliki tujuan khusus yakni memberikan umpan balik dan rekomendasi bagi upaya percepatan penurunan stunting di wilayah P2R.

Adapun peserta (responden) daerah terdiri dari Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten, TPPS kecamatan, TPPS desa, dan Tim Pendamping Keluarga (TPK). Laporan dari hasil evaluasi akan diselesaikan dalam bentuk buku pada awal November 2023.

"Hasil yang diharapkan adalah gambaran program dan kegiatan atau intervensi yang telah dilaksanakan secara maksimal dalam upaya perbaikan berkelanjutan, kemudian mendapatkan solusi terbaik dari masalah dan kendala yang ada sehingga hasilnya akan terus bertahan dan berkembang lebih baik," ujar dia.

Sementara itu, Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN dr. Irma Ardiana mengatakan bahwa kegiatan ini dapat memberi masukan yang baik, karena dalam pelaksanaan PPS masih banyak ditemui keterbatasan-keterbatasan.  

"Kita juga memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan, dan forum-forum seperti ini sangat penting menurut kami, dari pusat juga bisa membaca atau memahami konteks di daerah itu ternyata tidak semudah kita untuk merumuskan panduan, petunjuk teknis (juknis), dan seterusnya," ucapnya.

Menurut dia, meskipun dalam pembelajaran sudah ada regulasi, rentetan dinamika di lapangan yang dihadapi sangat luar biasa, dengan tantangan utama yakni bagaimana kita merumuskan pesan kunci dalam program penurunan stunting.

"Misalnya dalam konteks kegiatan pertama, tentang kampanye bagaimana kita menggunakan model ekologi sosial dalam perumusan pesan kunci tersebut, mulai dari level individu, level keluarga, komunitas, organisasi, bahkan dari level pemerintah," kata dia.

Ia berharap, program-program BKKBN bisa dikolaborasikan dengan program kementerian/lembaga lainnya seperti kegiatan dapur sehat atasi stunting di lapangan yang digabungkan dengan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dari Kementerian Kesehatan.

"Rekomendasi hasil pemantauan dan evaluasi diharapkan bisa mengerucut untuk dijadikan landasan penetapan strategi ke depan, dan pentingnya keterlibatan dari sektor-sektor terkait seperti para akademisi," tuturnya.

Baca juga: BKKBN evaluasi penanganan stunting di Papua Barat

Baca juga: Wakil Presiden yakin target penurunan prevalensi stunting tercapai

Baca juga: BKKBN sosialisasikan Program KB dan penanganan stunting di perbatasan

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023