bila RUU Perkoperasian nanti disahkan yang di dalamnya mencakup pendirian Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Koperasi, separuh penduduk Indonesia bakal menjadi anggota koperasi
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi menyatakan selama puluhan tahun koperasi terbukti mampu mempertahankan eksistensi karena kekuatan yang melekat pada rakyat sebagai badan usaha yang dikelola dengan asas gotong royong dan kekeluargaan.

"Saya juga meyakini, bila RUU Perkoperasian nanti disahkan yang di dalamnya mencakup pendirian Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Koperasi, separuh penduduk Indonesia bakal menjadi anggota koperasi," ucap Deputi KemenKopUKM Zabadi dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.

Deputi menekankan agar gerakan koperasi tetap optimistis dengan berbagai kemudahan kebijakan untuk koperasi termasuk ketentuan mendirikan koperasi yang cukup sembilan orang, terutama bagi koperasi yang pada akhirnya kemudian memilih pola open loop dan diawasi oleh OJK sebagaimana perbankan. Hal itu disebutnya tidak akan membahayakan eksistensi koperasi.

Zabadi mencontohkan PBMT Indonesia bisa mengonsolidasikan dana lebih dari Rp12 triliun dengan jumlah anggota koperasi yang terus bertambah secara signifikan mencapai 3,4 juta orang. Jika nanti koperasi memiliki LPS, ia meyakini antusiasme masyarakat terhadap koperasi akan lebih meningkat.

“Dari perbandingan bunga simpanan saja, paling tinggi entitas keuangan lain hanya bisa memberikan suku bunga 4 persen, karena komponen biaya operasionalnya yang tinggi. Sedangkan koperasi bisa memberikan sekitar 7-9 persen, terlebih lagi dengan ada penjaminan LPS, tentu akan lebih aman dan kompetitif,” ucapnya.

Ia pun merasa heran bila ada insan koperasi yang justru menolak kehadiran LPS. Menurutnya, terdapat ketakutan menyimpan uang di koperasi karena tidak ada jaminan. Maka, dengan adanya LPS di koperasi, justru akan meningkatkan daya saing dan kepercayaan terhadap koperasi.

Dalam kesempatan itu, Zabadi turut menegaskan bahwa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) tidak boleh menjalankan usaha lain di sektor riil. Pun jika ingin menjalankannya harus dengan melakukan spin-off atau cara melakukan kajian cukup terlebih dahulu dan memastikan kelayakan ekonominya.

Salah contoh yang disebutkannya adalah Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (BMI) yang awalnya hanya usaha simpan pinjam, kemudian mengembangkan usaha lain di sektor riil dengan membentuk koperasi-koperasi lain. Di antaranya, Koperasi Konsumen Benteng Muamalat Indonesia, Koperasi Sekunder BMI, dan sebagainya.

Dengan skema pengembangan tersebut, ia menilai adanya kemungkinan koperasi bisa menjadi konglomerasi. Konglomerasi koperasi ditegaskannya hanya bisa terjadi jika dilakukan pengembangan bisnis secara horizontal, bukan vertikal, melalui cara spin-off.

"Bagi saya, dengan spin-off dalam bentuk koperasi juga, ini bisa menjawab keraguan masyarakat atas koperasi sebagai sebuah entitas bisnis moderen. Jadi, spin-off usaha koperasi, sebaiknya juga dalam bentuk koperasi," ujar Zabadi.


Baca juga: MenKopUKM : pembentukan koperasi permudah akses KUR
Baca juga: Koperasi binaan LPEI di Gresik raup Rp450 juta dari ekspor tenun


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023