Tanaman padi yang ditanam pada Juli lalu tidak sampai mengalami puso dan diharapkan dapat dipanen
Sleman (ANTARA) - Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebutkan bahwa padi yang ditanam pada Juli 2023 masih bisa dipanen saat terjadi kemarau panjang akibat fenomena El Nino.

"Tanaman padi yang ditanam pada Juli lalu tidak sampai mengalami puso dan diharapkan dapat dipanen," kata Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman Suparmono di Sleman, Rabu.

Menurut dia, diprediksi untuk padi yang ditanam pada Agustus dan September yang kemungkinan besar akan terdampak kekeringan pada tahun 2023 ini.

"Karena tanaman padi melalui tiga fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif pada umur 0 - 60 hari, fase generatif 61 - 90 hari dan fase pemasakan umur 90 hari ke atas. Padi pada fase vegetatif dan generatif masih sangat membutuhkan air untuk bertahan hidup," katanya.

Ia mengatakan, agar produksi padi yang diharapkan bisa berhasil atau besar maka titik kritis selain untuk bertahan hidup adalah pada saat pengisian bulir-bulir padi yang nantinya menjadi gabah, yaitu pada fase generatif atau umur 60 sampai dengan 90 hari.

"Di atas umur tersebut tinggal menunggu saat panen," katanya.

Baca juga: Sleman dukung budi daya padi beras merah

Baca juga: Pemkab Sleman percepat penanaman benih padi dengan "rice transplanter"


Suparmono mengatakan dampak kekeringan terhadap masa generatif padi ini berupa penurunan produksi panen sebesar 25 hingga 45 persen hingga terjadi puso atau gagal panen.

"Ada sejumlah lahan pertanian padi yang irigasinya bergantung pada Selokan Mataram dan Selokan Vanderwijk. Saat ini Selokan Mataram sedang dimatikan aliran airnya oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWSO) karena untuk perbaikan dan pemeliharaan saluran," katanya.

Ia mengatakan, akibatnya pasokan air untuk pertanian berkurang dan sangat berpengaruh terhadap hasil tanaman padi di sejumlah wilayah kapanewon (kecamatan).

"Lahan pertanian yang terdampak di antaranya di Kapanewon Minggir, total luas lahan di Kapanewon Minggir ada 1.223 hektare, kondisi saat ini sebagian besar sudah panen, lalu dibiarkan bero atau menunda masa tanam tetapi juga ada yang masih kondisi tanaman padi berumur kurang dari tiga bulan seluas 678 hektare. Dari luas tersebut akan bisa panen pada Oktober seluas 310 hektare dan sisanya dipanen masih menunggu hingga November dan tergantung ketersediaan air," katanya.

Kemudian di Kapanewon Moyudan, total luas lahan di Moyudan ada 1.138 hektare kondisi saat ini sebagian besar sudah panen, sebagian dibiarkan bero atau menunda masa tanam tetapi juga ada yang masih kondisi tanaman padi berumur kurang dari tiga bulan seluas 923 hektare. Dari luas tersebut yang diharapkan akan bisa panen pada Oktober seluas 299 hektare dan sisanya 624 hektare masih tergantung ketersediaan air.

"Sedangkan di Kapanewon Seyegan yang bergantung pada Selokan Mataram untuk wilayah Kalurahan Margoluwih, Margodadi dan Margokaton seluas 630 hektare.

"Dengan adanya sosialisasi awal matinya Selokan Mataram, petani ada yang membiarkan sawahnya dalam kondisi bero atau menunda tanam padi seluas 85 hektare, lahan yang baru saja dipanen padi atau menunggu proses panen seluas 385 hektare dan yang lainnya seluas 52 hektare ditanami palawija, kacang tanah dan hortikultura," katanya.

Di Kapanewon Tempel, luas sawah yang bergantung aliran Selokan Mataram 61 hektare dan sebagian besar lahan sawah ditanami komoditas hortikultura dan palawija dimana yang dibiarkan dalam kondisi bero atau menunda tanam seluas 14 hektare, dalam proses dipanen seluas 37 hektare dan lahan masih ditanami seluas 14 hektare.

"Di wilayah ini petani sudah melakukan antisipasi dengan optimalisasi sumur ladang dan pompa air," katanya.

Selain itu wilayah lain yang juga terdampak dimatikan sementara Selokan Mataram meliputi persawahan di Kapanewon Mlati, Gamping, Godean, Depok dan Kapanewon Kalasan.

"Sebagian petani sudah siap menghadapi kondisi istimewa ini dengan memanfaatkan bantuan pompa air dan sumur ladang atau dengan berganti menanam komoditas palawija atau hortikultura atau bahkan menunda tanam lebih dulu," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan tinjauan lapang hingga hari ini dan adanya beberapa petani yang melaporkan dampak kekeringan terhadap tanamannya adalah tanah pada tanaman padi di wilayah Seyegan, Minggir dan Moyudan sudah pecah-pecah atau orang jawa menyebutnya dengan istilah "Nelo".

"Dengan kondisi kekeringan saat ini, total luas lahan yang bisa terdampak kekeringan dan saat ini ditanami padi maupun hortikultura adalah 1.068,6 hektare. Dampak kekeringan yang paling bisa terjadi puso atau gagal panen dan lainnya berupa penurunan hasil panen hingga 25 - 45 persen," katanya.

Baca juga: Sleman terus wujudkan sebagai wilayah pertanian sehat

Baca juga: Dinas Pertanian Sleman luncurkan inovasi budi daya ikan "Silamanda"


 

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023