Washington (ANTARA News) - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama pada Senin (3/6) waktu setempat memperluas sanksi terhadap Iran dengan membidik mata uang dan industri otomotif Republik Islam tersebut.

Presiden Barack Obama menyetujui perintah eksekutif baru soal pengetatan sanksi terhadap Iran untuk memaksa Negara Persia itu menghentikan kegiatan pengayaan uraniumnya.

Berdasarkan instruksi itu, semua lembaga keuangan asing akan terkena sanksi jika melakukan transaksi "penting dan besar" dalam pembelian atau penjualan rial Iran, atau pemeliharaan rekening "besar" di luar Iran yang didominasi oleh mata uang Iran. 

Penjualan barang atau jasa bagi pembuatan atau perakitan kendaraan ringan dan berat termasuk mobil penumpang, truk, bus, busmini, truk bak terbuka dan sepeda motor juga menjadi sasaran sanksi baru AS.

"Semua langkah itu yang dilancarkan hari ini adalah bagian dari komitmen Presiden Obama guna mencegah Iran memperoleh senjata nuklir, dengan meningkatkan tebusan atas pembangkangan Iran terhadap 'masyarakat internasional'," kata Juru Bicara Gedung Putih, Jay Carney, di dalam satu pernyataan.

"Sasarannya ialah untuk membidik rial Iran dan membuatnya menjadi mata uang yang tak bisa digunakan ...," kata pejabat AS yang tak ingin disebutkan jatidirinya seperti dilansir kantor berita Reuters. 

"Bahkan saat kami meningkatkan tekanan kami atas Pemerintah Iran, kami tetap membuka pintu bagi penyelesaian diplomatik --yang memungkinkan Iran bergabung kembali dengan masyarakat semua bangsa jika mereka memenuhi kewajiban mereka," tambah dia.

AS dan negara Barat lain telah menjatuhkan serangkaian sanksi ekonomi untuk menekan Iran agar menghentikan apa yang mereka katakan sebagai "upaya untuk membuat senjata nuklir" namun Iran berkeras program nuklirnya untuk tujuan damai.

Sanksi yang dijatuhkan oleh AS dan Uni Eropa telah memangkas hingga separuh ekspor minyak Iran tahun lalu, sehingga Teheran kehilangan pemasukan miliaran dolar AS, dan menambah inflasi yang sudah tinggi serta memukul nilai tukar rial Iran.

Mata uang Iran juga dilaporkan telah kehilangan separuh nilainya sejak awal 2012 akibat sanksi AS. 

Menurut para pengulas, sanksi atas industri otomotif, yang biasanya mempekerjakan paling banyak orang setelah sektor minyak dan gas, menimbulkan kekhawatiran bahwa rakyat biasa Iran akan jadi yang paling menderita karenanya.


Penerjemah: Chaidar Abdullah

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013