Jangan pernah lagi bertanya tentang ajaran Islam mengenai perdamaian. Setiap kita bertemu orang, selalu kita awali dengan assalamu alaikum. Salam damai
Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, M Jusuf Kalla, pada Kamis membahas tentang perdamaian dalam perspektif Islam saat konferensi tentang perdamaian dunia, EU Community of Practice on Peace Mediation, di Brussel, Belgia.

Jusuf Kalla (JK) bertindak sebagai pembicara utama di hadapan sejumlah mediator dan calon mediator perdamaian dari berbagai negara dan organisasi internasional.

“Jangan pernah lagi bertanya tentang ajaran Islam mengenai perdamaian. Setiap kita bertemu orang, selalu kita awali dengan assalamu alaikum. Salam damai,” kata Kalla dalam keterangannya diterima Antara di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, damai adalah dasar untuk melakukan interaksi sosial dalam kehidupan. “Damai adalah fondasi aktivitas keseharian bersama dengan orang lain,” jelas JK, sapaan akrab Jusuf Kalla.

Dia menambahkan bahwa umat muslim menunaikan kewajiban sholat lima kali sehari dan tiap akhir ibadah itu diakhiri dengan salam dua kali menghadap kanan dan kiri sehingga minimal ada sepuluh kali memberi salam damai.

Salam tersebut bermakna sapaan kepada yang lain secara damai.

Dia juga menjelaskan alasan Islam dipersepsikan sebagai agama yang antitoleransi dan cenderung menggunakan kekerasan karena manusia memberi penilaian dan persepsi secara subjektif belaka.

Menurut JK, perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Afghanistan, Irak, Suriah, dan Libya terhadap serbuan bangsa asing adalah untuk mempertahankan milik dan martabat bangsa masing-masing.

Baca juga: JK berbagi kisah perdamaian di hadapan juru damai dunia

“Kita harus objektif melihat kondisi kekinian dan masa lalu yang pernah ada. Paham ekstrimisme itu, bukan monopoli Islam. Paham dan praktik ekstrimisme juga ada di Kristen, Hindu, dan Budha,” kata Kalla.

Bahkan ketika para penjajah dari barat memporakporandakan sejumlah sendi kehidupan di Afrika dan Asia, negara-negara Islam yang mereka jajah tidak pernah mengatakan bahwa negara mereka dijajah oleh kolonialisme Kristen atau Katolik.

Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, M Jusuf Kalla (kanan) saat konferensi tentang perdamaian dunia, EU Community of Practice on Peace Mediation, di Brussel, Belgia pada Kamis (19/10/2023). (ANTARA/HO-Jusuf Kalla)
Dia menjelaskan sejumlah negara itu mengutuk kolonialisme itu dengan mencap nama negara seperti Inggris, Prancis dan Spanyol.

“Ini menunjukkan bahwa negara-negara Islam sangat menghormati agama lain. Tidak mau sembarang melabel, karena faktanya memang yang melakukan kolonialisme itu adalah nama negara dan bangsa,” kata Kalla.

Menurut Kalla, Islam yang masuk ke Indonesia sangat toleran dan membangun persahabatan, bukan permusuhan.

Dia menjelaskan ada ketidakadilan dalam membangun perspektif untuk menilai Islam di dunia saat ini yang harus dihentikan.

Baca juga: Jusuf Kalla diundang jadi pembicara perdamaian di Brussels

“Semua konflik yang terjadi saat ini, terutama yang dialami oleh negara atau masyarakat Islam, bukanlah konflik agama, tetapi masalah ketidakadilan ekonomi, sosial dan politik,” kata JK yang menambahkan permasalahan itu harus dituntaskan.

Sementara itu dalam forum yang sama, mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin menjelaskan tentang persepsi keliru mengenai diskriminasi dan pemarjinalan perempuan di masyarakat Islam.

Menurut dia, ajaran Islam mengenai perempuan sangat jelas. Hamid yang mengutip hadis Nabi: “Surga terletak di bawah kaki Ibu”, mengatakan hal itu jadi sikap tegas Islam dalam menilai perempuan di tempat paling berharga.

Masalah persepsi keliru mengenai ajaran Islam yang dinilai sangat diskriminatif terhadap perempuan bergantung pada proses evolusi sejarah masyarakat Islam.

Hamid menjelaskan di masyarakat tradisional dengan pola hidup berburu atau bertani terjadi pembagian kerja yang sangat ekstrim antara tugas kaum pria dan kaum perempuan.

Pembagian kerja yang ekstrem tersebut kerap dipersepsikan sebagai diskriminatif dan tidak adil.

“Ini proses sejarah dan adat. Bukan soal ajaran Islam,” tegas Hamid.

Namun, tambah Hamid, bila melihat masyarakat Islam sekarang yang masuk ke kategori industri atau setidaknya bukan negara agraris, maka pembagian kerja yang ekstrem itu tidak lagi dikotomi, tetapi saling melengkapi.

Baca juga: JK: Negara besar harus bisa menghentikan perang Hamas-Israel
Baca juga: Jusuf Kalla: Serangan Hamas ke Israel untuk kebebasan dan kemerdekaan


Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023