tenaga kerja Indonesia sangat ulet di bidang pariwisata terutama di kapal pesiar. Namun mereka terkendala oleh kemampuan bahasa ...
Jakarta (ANTARA) - Di tengah terik sinar Matahari dan riuh jalanan  Denpasar, Bali, kawanan anak dengan seragam sewarna sedang berbaris di pintu masuk sebuah gedung yang cukup besar bertuliskan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Overseas Training Center (OTC).

Tak begitu lama, datang seorang pria mengenakan batik biru dengan udeng berwarna cokelat. Sekelompok anak muda itu lantas dengan segera memberi salam dan hormat. “Selamat siang, Bapak. Selamat datang,” ucap mereka.

Pria tersebut bernama I Wayan Rediyasa, pendiri sekaligus CEO LKP OTC Bali. Kampus ini berdiri sejak 2016 yang dilatarbelakangi kepedulian Redi terhadap masa depan para generasi muda.

Berawal dari Redi yang bekerja di kapal pesiar selama 2009 sampai 2011, ia mendapat banyak ilmu di bidang kuliner, perhotelan, dan pariwisata hingga sempat mengajar di sebuah lembaga pelatihan pariwisata di Kuta Utara, Badung, Bali selama empat tahun.

Redi pun mulai membangun tempat pelatihan tenaga pariwisata miliknya bernama OTC Bali karena selama bekerja di kapal pesiar, ia melihat potensi yang sangat besar pada tenaga Indonesia di bidang ini.

Menurut pandangan Redi, tenaga kerja Indonesia sangat ulet di bidang pariwisata terutama di kapal pesiar. Namun mereka terkendala oleh kemampuan bahasa sehingga ia ingin mendirikan sebuah pusat pelatihan kepariwisataan yang juga mengajarkan bahasa Inggris.

Awal mula didirikan, OTC Bali hanya berupa sebuah ruangan di Denpasar yang lambat laun kini telah tersebar di banyak lokasi mulai dari Nusa Dua, Gianyar, Karangasem, Jembrana, Singaraja hingga Lampung dan sebagainya.

Terdapat dua kelas pada basic level setara diploma I yakni private dan regular dengan kelas regular memiliki tiga bidang studi di antaranya F&B service, cook/culinary dan room division sedangkan kelas private memiliki dua bidang studi yaitu cook/culinary dan butler.

Untuk instruktur, OTC Bali melibatkan para pakar dan ahli di bidang masing-masing bahkan juga berkolaborasi dengan industri-industri pariwisata ternama seperti hotel bintang lima di Bali hingga luar negeri.

Para siswa dilatih oleh para ahli di kelas dan melaksanakan praktik di kampus selama 6 bulan sebelum mereka magang secara langsung di industri selama 6 bulan berikutnya.

Hampir seluruh siswa OTC Bali menjalani magang di industri pariwisata ternama di luar negeri seperti hotel-hotel di Thailand, Taiwan, Turki, Dubai, Australia, dan sebagainya. Inilah keunggulan kampus OTC, memiliki jaringan kerja sama yang luas tidak hanya di dalam negeri.

Kepedulian Redi terhadap pengembangan potensi dan nilai guna tenaga kerja Indonesia membawanya mampu menerbangkan harapan-harapan dan mimpi masa depan generasi muda.

Bagaimana tidak, lulusan OTC Bali banyak yang pada akhirnya bekerja di tempat impian mereka baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sebagian dari alumnus juga berhasil bekerja di kapal pesiar, sesuai tekad mereka ketika pertama masuk OTC.


Asa generasi muda

Tak begitu lama dari setibanya Redi di Kampus OTC Bali, sekelompok anak muda yang ternyata para siswa ini pun memasuki sebuah ruangan besar di lantai dua. Tampaknya, ini adalah sesi cerita dan berbagi pengalaman antarsiswa.

Setelah dibuka oleh Redi, tiba-tiba seorang siswa berbadan tinggi tegap berdiri memperkenalkan diri, I Wayan Rastika namanya. Belum satu menit, suasana ruangan menjadi sendi biru.

Rastika yang tumbuh sebagai anak broken home setelah kedua orang tuanya berpisah sejak ia di kelas empat sekolah dasar (SD) mengaku gagal melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena keterbatasan ekonomi.

Siswa berbadan tinggi ini pun memilih tinggal bersama kakek dan neneknya yang ia sadari, seiring berjalannya waktu mereka semakin menua hingga Rastika tersadar mimpinya untuk berkuliah di perguruan tinggi harus berhenti sampai di sini.

Apalagi kakek dan nenek Rastika hanya seorang pemborong bangunan dengan penghasilan tidak menentu. Jika tak ada pekerjaan, kakek beralih menjadi petani.

“Semakin lama saya tidak ingin membiarkan mereka bekerja terus, apalagi kakek sudah berusia 60 tahun," tutur Rastika dengan mata berkaca-kaca.

Selepas lulus dari sekolah menengah kejuruan (SMK) tahun lalu, Rastika membantu perekonomian keluarga dengan menjadi buruh bangunan. Namun dia berpikir tidak bisa hanya sampai di sini, ia tetap ingin melanjutkan pendidikan demi masa depan lebih baik.

Semesta nampaknya mendukung, tahun ini Rastika berhasil lulus dalam Program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) Direktorat Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek).

Program PKK sendiri adalah layanan pendidikan dan pelatihan yang berorientasi pada pengembangan keterampilan kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri melalui lembaga pelatihan.

Rastika memiliki peluang besar untuk memperbaiki perekonomian keluarganya melalui program PKK Kemendikbudristek sehingga ia berkesempatan melatih keterampilan di LKP OTC Bali secara gratis.

Selain Rastika, kisah serupa turut dialami oleh siswa OTC bernama Luh Sukeni Febriyanti asal Desa Tegallingah, Buleleng, Bali yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena keterbatasan ekonomi.

Kondisi ayah Febriyanti yang sakit memaksa ibunya menjadi tulang punggung keluarga. Mulai dari menjadi buruh sayur hingga buruh cengkeh, bahkan terkadang ketika bukan masa panen menjadi buruh bangunan pun dijalani.

Penghasilan sang ibu yang hanya Rp50 ribu sampai Rp60 ribu per hari mendorong Febriyanti untuk merantau ke Denpasar menjadi tukang jahit bersama kakaknya. Tak lama, paman Febriyanti memberi informasi terkait program PKK yang tersedia di LKP OTC Bali.

Meski keputusannya direstui orang tua, mereka tak bisa memberikan biaya yang cukup untuk siswa berambut pendek ini. Tak apa, tekad Febriyanti. Ia menjalani pendidikan sembari bekerja sebagai tukang jahit, yang penting masih ada harapan besar untuk bisa mengubah nasib keluarga.

Febrianti berupaya untuk bisa bekerja di kapal pesiar suatu hari nanti demi mimpi sederhana, yaitu membukakan usaha untuk ibunya agar tidak perlu bekerja membanting hingga menjadi buruh bangunan seperti sekarang.

Rastika dan Febrianti hanya dua contoh dari sekian banyak siswa LKP OTC Bali yang menerima program PKK dari Kemendikbudristek. Bak secercah sinar di ruang gelap, program ini mengeluarkan mereka dari keterpurukan dan kerasnya hidup.

Dengan demikian, upaya Redi menjadi tepat guna. Tujuannya mendukung masa depan generasi muda tercapai. Bagaimana tidak, dari total lembaga kursus di Indonesia yang mencapai 17.000 hanya sekitar 1.500-2.000 lembaga yang berhasil melewati tahap kurasi, termasuk LKP OTC Bali.


Hadiah dari Kemendikbudristek

Gayung bersambut, tekad Redi mengembangkan LKP OTC Bali hingga menghasilkan generasi muda bibit unggul di bidang pariwisata ternyata direspons positif oleh Kemendikbudristek.

Kemendikbudristek menilai laporan Program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) cukup baik di LKP OTC Bali hingga lembaga ini berkesempatan beralih status dari Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) menjadi politeknik.

Redi bercerita, LKP OTC Bali dinilai berhak menjadi percontohan bagi lembaga pelatihan lain. Bahkan proses verifikasi OTC Bali menjadi politeknik pun berjalan mulus dan pihaknya menunggu Surat Keputusan (SK) Mendikbudristek.

Rencananya, peresmian politeknik yang untuk sementara akan menempati gedung OTC Bali cabang Gianyar seluas 2.700 meter persegi tersebut akan dilaksanakan pada pekan ini, sebelum nantinya akan banyak dibangun gedung tambahan baru.

Meski mendapat hadiah istimewa dari pemerintah, LKP OTC Bali tak lantas tutup. Redi tetap mempertahankan keberadaannya karena masih banyak generasi muda dengan keterbatasan biaya yang memerlukannya melalui program PKK.

LKP OTC juga masih memiliki peminat yang tinggi di sektor industri pariwisata, banyak hotel ternama di luar negeri yang menginginkan lulusan OTC bekerja di tempat mereka.

Adapun politeknik sendiri akan mendukung pemenuhan kebutuhan industri yang memerlukan pekerja lulusan diploma IV seperti di Jepang, China, dan Korea Selatan.

Tak hanya itu, adanya program Kampus Merdeka juga memberi peluang agar masa studi di LKP OTC Bali bisa dikonversi ke SKS yang diakui perguruan tinggi.

Kata Redi, nantinya apabila ada siswa lulusan LKP OTC Bali yang ingin melanjutkan studi di perguruan tinggi bisa melalui politeknik ini dengan masa studi lebih singkat karena adanya konversi SKS.








 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023