Surabaya (ANTARA) - Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian RI Putu Juli Ardika mencatat, dalam program hiliriasi industri kelapa sawit terdapat 179 ragam jenis produk hilirisasi.

“Saat ini kami mencatat terdapat 179 ragam jenis hilirisasi sawit, dan sekitar 90 persen volume berupa produk hiliriasi, serta hanya sekitar 10 persen produk ekspor berupa bahan baku CPO maupun CPKO,” kata Putu dalam Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) 2023 di Surabaya, Kamis.

Ia juga melaporkan, industri kelapa sawit Indonesia menjadi salah satu industri yang cukup stabil. Hal itu ditunjukkan dengan pertumbuhan industri kelapa sawit yang mencapai 3,57 persen pada kuartal III-2023.

Sedangkan kontribusi industri kelapa sawit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 50,87 persen.

Putu menjelaskan, industri kelapa sawit Indonesia masih menunjukkan tren ekspansi yang terus meningkat hingga September 2023. Hal itu ditandai dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang tercatat pada level 52,51 persen, turun 0,71 persen dibandingkan bulan Agustus yang sebesar 53,22 persen.

Saat ini, Indonesia masih menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan industri kelapa sawit terbesar di dunia sehingga pemerintah menempatkan industri kelapa sawit sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional.

Oleh karena itu, Putu mewakili Kemenperin menyampaikan apresiasi terhadap beragam riset yang dilakukan oleh para peneliti dari berbagai lembaga.

Menurutnya, riset dan inovasi untuk mengembangkan program hilirisasi kelapa sawit sangat perlu dilakukan agar dapat meningkatkan nilai produk dari kelapa sawit sekaligus menciptakan industri yang berkelanjutan.

"Dari hasil pencapaian itu, tidak lepas dari peran kontribusi riset atau inovasi pengembangan teknologi untuk produksi hilir kelapa sawit. Oleh karena itu, kami mengapresiasikan para pihak seperti, akademisi, lembaga riset dan perusahaan industri yang telah meningkatkan sektor kelapa sawit ini," ujat Putu.

Adapun produksi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) hingga akhir 2022 mencapai 51,2 juta ton dengan total nilai ekspor sebesar 29,7 miliar dolar AS.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menyampaikan, China menjadi negara importir CPO terbesar di Indonesia, kedua India, kemudian disusul oleh Uni Eropa.

Eddy memproyeksikan produksi CPO Indonesia akan mengalami penurunan karena adanya hambatan dari pasar global, salah satunya adanya implementasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) sehingga hanya mampu memproduksi sekitar 50 juta ton pada 2028.

"Produksi CPO tahun 2028 diperkirakan 50 juta ton, dan dikhawatirkan masih pada 51 juta ton di 2035," ujar Eddy.

Baca juga: Menperin dorong CPO diolah jadi produk lebih bernilai tambah
Baca juga: Presiden Jokowi: Suatu titik nanti setop yang namanya ekspor CPO
Baca juga: Menkop UKM tangkap peluang hilirisasi dari alat pengolah limbah sawit

 

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023