Anak itu tidak akan mencapai pertumbuhan otak secara optimal sampai usia dua tahun. Sekitar 85 persen otak sudah selesai pertumbuhannya
Jakarta (ANTARA) - Mitigasi optimal terhadap kasus stunting perlu ditempuh sebelum fase pertumbuhan otak anak pada batas usia maksimal dua tahun, kata Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak Kemenkes RI Lovely Dais.

"Anak itu tidak akan mencapai pertumbuhan otak secara optimal sampai usia dua tahun. Sekitar 85 persen otak sudah selesai pertumbuhannya," katanya  dalam Podcast Kemenkes RI yang tayang di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Ketum PSI dukung program pencegahan stunting di NTT

Untuk itu, gangguan pertumbuhan anak perlu dicegah dengan asupan gizi optimal sejak calon ibu memasuki fase pernikahan, janin dalam kandungan, hingga asupan ASI dan makanan tambahan sebelum anak berusia dua tahun, kata Daisy.

Pada fase jelang pernikahan, Kemenkes RI melakukan intervensi spesifik berupa pemberian tablet penambah darah bagi kaum remaja perempuan.

"Sebab calon pengantin dan remaja, atau satu dari tiga remaja putri mengalami kurang darah. Kalau hamil pasti lebih banyak yang anemia karena volume darah meningkat saat hamil," katanya.

Pada fase kehamilan, kata Daisy, intervensi yang dilakukan berupa penguatan peran posyandu dan puskesmas dalam mendeteksi dini stunting melalui penyediaan fasilitas konsultasi, timbang badan, hingga pemberian imunisasi berkala.

Tumbuh kembang janin juga bisa dimonitor menggunakan alat USG yang akan dicocokkan dengan kurva tumbuh kembang janin berdasarkan panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di buku Kesehatan Ibu-Anak (KIA).

Baca juga: Kementerian ESDM gandeng perusahaan tambang bantu penanganan stunting

"Cara ukurnya hanya satu, dari tinggi atau panjang badan anak berdasarkan usia anak itu, dimasukkan ke dalam kurva yang ditentukan WHO. Kalau di bawah garis merah itu stunting," katanya.

Pada fase melahirkan, kata Daisy, ibu bisa memberikan ASI eksklusif pada rentang usia anak 0--5 bulan dan berlanjut dengan memberikan makanan pendamping ASI yang mengandung protein hewani pada rentang usia anak 6--24 bulan.

Ia mengatakan, masa krusial intervensi stunting ada pada rentang usia anak 6--24 bulan. Sebab, pemberian ASI saja tidak cukup, sehingga membutuhkan asupan makanan pendamping ASI yang mengandung protein hewani.

"Makanya kenapa kasus stunting mulai meningkat pada usia 6 bulan, kemungkinan asupan makanan pendamping ASI tidak mencukupi untuk kebutuhan gizi bayi tersebut. Atau yang kedua, bayi itu sering sakit jadi tidak bisa tumbuh dengan baik," katanya.

Daisy mengatakan protein nabati dan karbohidrat perlu dilengkapi dengan protein hewani berupa telur, ikan, daging ayam, atau daging sapi.

Daisy berharap, seluruh intervensi tersebut dapat menekan kasus stunting nasional maksimal mencapai 17,8 persen pada 2024.

Seperti diketahui, kasus stunting di Indonesia pada kurun 2022 mencapai 21,6 persen dari populasi balita. Jumlah itu menurun dari setahun sebelumnya berkisar 24,4 persen.

"Tahun ini kita masih tunggu hasil survei yang akan keluar di bulan depan. Target kita tahun ini kalau mau capai 14 persen di tahun depan, tahun ini paling tinggi harusnya 17,8 persen. Mudah-mudahan bisa tercapai," katanya.

Baca juga: Putih Sari: Penurunan stunting masih jadi prioritas pemerintah

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023