Mungkin idealnya sekitar Rp6.000, petani mungkin masih menikmati untung dan HET beras ya tinggal kita sesuaikan
Jakarta (ANTARA) - Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) mengusulkan Harga Acuan Pembelian (HAP) gabah dinaikkan dari Rp5.000 per kg menjadi Rp6.500 per kg karena adanya kenaikan biaya produksi pertanian.

“Kalau (sekarang) Rp7.000 lebih terus sekarang disuruh turun jadi Rp5.000, saya kira tidak mungkin. Saya pesimis. Mungkin idealnya sekitar Rp6.000, petani mungkin masih menikmati untung dan HET (Harga Eceran Tertinggi) beras ya tinggal kita sesuaikan,” kata Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso ditemui di acara diskusi publik SRP dan Beras Berkelanjutan di Jakarta, Rabu.

Jika harga gabah naik, lanjutnya, otomatis HET beras medium juga harus dinaikkan dari yang kini Rp10.900 per kg menjadi sekitar Rp11.500-Rp12.000 per kg. Sedangkan untuk beras premium masih bisa dipertahankan untuk tetap berada di angka Rp13.900 per kg.

“Harus dikoreksi juga, HET medium itu terlalu jauh dengan premium. Seperti sekarang, tidak ada yang mau memenuhi premium. Jadi orang yang menghasilkan premium jualnya pasti di atas HET,” ucapnya.

Sutarto menjelaskan harga gabah yang kini berada di atas Rp7.000 karena dampak El Nino yang mengakibatkan suplai gabah menjadi terbatas. Namun faktor lain yang mengakibatkan harga gabah melonjak adalah harga pupuk dan bibit yang juga naik.

“Yang kedua, dari aspek memotong mata rantai ini perlu dilakukan supaya efisien. Kemudian saya dari aspek hilir itu sebenarnya penggilingan padi kecil banyak terjadi losses atau kehilangan hasil karena tercecer. Kedua, kualitas yang rendah atau efisiensinya kurang,” sebutnya.

Baca juga: Perpadi nilai RI perlu batasi penggilingan padi baru jaga harga beras

Baca juga: Mentan rangkul Perpadi salurkan beras komersial Bulog jaga kestabilan


Kemudian untuk penanganan dari sisi hilir, Perpadi juga meminta pemerintah melakukan revitalisasi modal untuk melakukan perubahan alat mesin, menyediakan mesin pengiring gabah dan alat pendukung lainnya yang bisa menekan jumlah kehilangan panen.

“Sehingga kehilangan hasilnya bisa kita tekan, efisiensi kita tingkatkan, pasti rendemennya bisa meningkat. Bisa saja 2-5 persen hasil itu bisa hilang di situ bisa aja terjadi,” sebutnya,

Lebih lanjut Sutarto menyampaikan bahwa usaha penggilingan padi sudah banyak yang berhenti beroperasi lantaran kurangnya pasokan.

Pun jika ada yang masih beroperasi, sebagian besar merupakan usaha yang telah memiliki komitmen penyerapan dengan petani meski terdapat penurunan volume.

Selain itu, ada sejumlah penggilingan padi yang mengambil gabah dari daerah yang masih surplus agar bisa terus beroperasi.

Menanggapi kelangkaan tersebut, ia menyarankan pemerintah untuk membangun klaster yang terdiri atas penggilingan padi dan sejumlah petani yang akan mendorong terjadi efisiensi produksi dan penyerapan gabah.

“Satu penggilingan padi kecil bisa 300 hektare binaan. Nanti 300 hektare ini setiap begitu panen masuk ke penggilingan padi di situ, itu kan akan terjadi efisiensi. Bahkan jika panjang bisa mengurangi transportasi, transportasi mengurangi minyak bumi yang menghasilkan karbon. Itu efisiensi,” ucap dia.

Baca juga: Kementan gandeng asosiasi kejar target produksi 35 juta ton beras

Baca juga: Perpadi apresiasi langkah cepat pemerintah jaga harga beras


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023