Siapapun yang akan membangun infrastruktur, kami dorong membangun dengan menggunakan material yang ramah lingkungan dengan jejak karbon serendah mungkin
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berkomitmen untuk menekan emisi gas karbon melalui penerapan konsep pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan, dimulai dari penggunaan material berkelanjutan.

  "Siapapun yang akan membangun infrastruktur, kami dorong  membangun dengan menggunakan material yang ramah lingkungan dengan jejak karbon serendah mungkin," kata Staf Khusus Menteri PUPR Bidang Sumber Daya Air Firdaus Ali dalam bincang-bincang bersama media di Jakarta, Rabu.

  Indonesia berupaya untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional hingga 2030, berdasarkan dokumen Enhanced National Determined Contribution (ENDC) Indonesia juga menargetkan net zero emission atau emisi nol bersih pada 2060.

  Firdaus menekankan bahwa sektor konstruksi memainkan peranan penting untuk mewujudkan target tersebut. Apalagi selama ini, sektor tersebut menjadi salah satu penyumbang emisi gas karbon yang signifikan.

  "Dalam rangka mencapai ENDC 2030 maupun zero emisi 2060, kita tidak punya waktu lagi. Kalau kita lalai, kita akan menuai bencana ekologi ke depan yang akan semakin kompleks," ujar Firdaus.

  Peraturan Menteri PUPR Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Konstruksi Berkelanjutan telah mengamanatkan agar konsultan dan kontraktor harus menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan.

  Penggunaan bahan atau material ramah lingkungan, termasuk semen non-ordinary portland cement (non-OPC), turut didorong Kementerian PUPR yang diperkuat melalui penerbitan Instruksi Menteri PUPR Nomor 4 Tahun 2020 untuk mencapai konstruksi yang berkelanjutan.

  Firdaus mencontohkan proyek pembangunan infrastruktur Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang menerapkan prinsip berkelanjutan. Dia memastikan, secara jangka panjang, pembangunan IKN memprioritaskan penggunaan material ramah lingkungan dalam rasio yang besar.

  "Kami minta kontraktor untuk menggunakan material ramah lingkungan, termasuk sudah pasti penggunaan semen non-OPC itu tidak tawar-menawar. Kecuali (semen non-OPC) tidak tersedia atau menunggu lama sampai tiba di lokasi dan akan menunda (pembangunan IKN), mungkin masih bisa menolerir (penggunaan semen OPC)," kata Firdaus.

  Belum tersedianya petunjuk teknis (juknis), menurut Firdaus, menjadi salah satu kendala untuk memastikan penggunaan material berkelanjutan di dalam proyek-proyek konstruksi. Petunjuk teknis tersebut diharapkan segera terbit sehingga seluruh pihak lebih mudah untuk menerapkan prinsip konstruksi ramah lingkungan.

Baca juga: BRIN sebut substitusi biomassa pangkas emisi PLTU batu bara
 

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Sella Panduarsa Gareta
Copyright © ANTARA 2023