Menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya
Jakarta (ANTARA) -
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak gugatan praperadilan Karen Agustiawan (KA) perihal penetapan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau "liquefied natural gas" (LNG).

Hakim Tunggal Tumpanuli Marbun dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, mengatakan penyidikan yang dilakukan oleh KPK selaku termohon hingga menetapkan Karen sebagai tersangka, sudah sesuai dengan prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku.

"Mengadili dalam eksepsi, menyatakan eksepsi pemohon tidak dapat diterima. Menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya," ujar Marbun.

Hakim Marbun membeberkan alasan penolakan praperadilan yang diajukan Karen yang merupakan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) 2009-2014 tersebut.

Salah satunya, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan LNG, telah terjadi kerugian keuangan negara.

Baca juga: KPK yakin hakim tolak gugatan praperadilan Karen Agustiawan
 
Selain itu, bukti-bukti yang dimiliki KPK dalam menjerat Karen dinilai sangat kuat dan meyakinkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

"Dalam pokok perkara, pertama menyatakan permohonan pemohon tak dapat diterima untuk seluruhnya, kedua membebankan biaya perkara terhadap pemohon sejumlah nihil," ujar Marbun.

KPK sebelumnya menghadirkan 121 barang bukti untuk sidang praperadilan yang diajukan Karen Agustiawan.

KPK pada Selasa (19/9) mengumumkan KA sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di PT Pertamina pada 2011—2021.

Perkara dugaan korupsi tersebut diduga berawal sekitar 2012, saat itu PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.

Baca juga: Dirut Pertamina Nicke irit bicara usai diperiksa KPK

Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 2009—2040 sehingga perlu pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia.
 
Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero periode 2009—2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan pemasok LNG di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.

Karen kemudian secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.

Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup rapat umum pemegang saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.

Buntut keputusan tersebut, kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.

Baca juga: KPK minta hakim tolak permohonan prapradilan Karen Agustiawan

Kondisi kelebihan pasokan tersebut kemudian harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero.

Perbuatan KA atau Galaila Karen Kardinah menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dolar AS atau sekitar Rp2,1 triliun.

Atas perbuatannya, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Muhammad Ramdan
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2023