Setidaknya ada tiga tantangan yang saat ini dihadapi dan perlu mendapat perhatian serius oleh stakeholder bisnis penerbangan nasional, baik operator dan regulator.
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menyebut ada tiga tantangan yang dihadapi industri penerbangan di Indonesia.

"Setidaknya ada tiga tantangan yang saat ini dihadapi dan perlu mendapat perhatian serius oleh stakeholder bisnis penerbangan nasional, baik operator dan regulator," ungkap Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja usai Rapat Umum Anggota (RUA) INACA 2023 di Jakarta, Kamis.

Tiga tantangan itu adalah, pertama, terkait sistem importasi suku cadang (spareparts) pesawat, kedua harga bahan bakar avtur yang cenderung naik, dan ketiga perbaikan tarif penerbangan.

Baca juga: Bandara Husein masih layani penerbangan ke Yogyakarta dan Surabaya

Menurut Denon, jumlah permintaan jasa penerbangan saat ini cenderung naik, tetapi jumlah pesawat yang beroperasi justru turun. Hal itu salah satunya karena proses importasi spareparts pesawat yang membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.

Akibatnya, kata dia, banyak pesawat yang perlu waktu lama dirawat di maintenance, repair, and overhaul (MRO) dan tidak bisa segera dioperasikan.

Selain itu, ia mengatakan harga avtur yang cenderung naik karena kondisi sosial politik global seperti perang Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina juga mempengaruhi biaya operasional penerbangan.

"Biaya avtur mencapai 36 persen dari total biaya operasi penerbangan (total operating cost/TOC) sehingga naik turunnya harga avtur berpengaruh pada total TOC," ujarnya.

Terkait bahan bakar pesawat, selain memperbaiki harga avtur, ia menuturkan juga perlu dipikirkan mengenai penggunaan bahan bakar berkelanjutan (sustainable aviation fuel/SAF) di operasional pesawat.

Terkait perbaikan tarif penerbangan, ia menekankan perlu segera dilakukan karena tarif yang berlaku sekarang ditetapkan pemerintah pada 2019, di mana kondisi saat itu sudah berbeda dengan saat ini, terutama dari sisi harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Selama 2023, ucap Denon, INACA telah melakukan advokasi dan kegiatan lain untuk turut menyelesaikan tantangan tersebut dalam rangka mempercepat momentum pemulihan bisnis penerbangan nasional.

"Kami telah bekerja sama dengan stakeholder lain baik di dalam maupun luar negeri seperti Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Perhubungan, dan kementerian lain, juga pabrikan pesawat Boeing, Airbus, Embraer, Asosiasi Maskapai Penerbangan Internasional (IATA) dan yang lainnya," kata Denon.

Baca juga: Kemenhub dan Boeing tingkatkan kerja sama industri penerbangan

INACA pun mengharapkan pemulihan bisnis penerbangan nasional dapat dipercepat dengan meningkatkan kerja sama yang erat antar pemangku kepentingan untuk menyelesaikan tantangan-tantangan yang saat ini sedang dihadapi.

Bisnis penerbangan nasional pada 2023 ini telah mengalami pemulihan pasca pandemi COVID-19. Data dari Ditjen Perhubungan Udara menyatakan lalu lintas penumpang domestik pada 2022 mencapai 56,4 juta dengan rate recovery mencapai 71 persen dibanding 2019. Sedangkan, penumpang internasional pada 2022 berjumlah 12,6 juta dengan rate recovery 34 persen.

Untuk lalu lintas kargo domestik pada 2022 mencapai 436.821 ton dengan rate recovery 76 persen dibanding 2019 dan kargo internasional di 2022 berjumlah 328.698 ton atau rate recovery 64 persen.

Lalu lintas penumpang domestik pada 2023 diperkirakan mencapai 74,7 juta atau 94 persen dari 2019 dan lalu lintas penumpang internasional berjumlah 28 juta atau 75 persen dari  2019.

INACA merupakan satu-satunya asosiasi maskapai penerbangan nasional Indonesia yang beranggotakan 31 maskapai penerbangan, terdiri atas 10 maskapai penerbangan berjadwal, 19 maskapai penerbangan tidak berjadwal, dan dua maskapai kargo.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023