Yogyakarta (ANTARA News) - Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) hingga saat ini masih mengeluarkan lava pijar, meski frekuensi dan jarak luncurnya semakin berkurang, sementara semburan awan panas baik dipantau melalui pos-pos pengmatan maupun rekaman seismograf tidak terjadi lagi. "Guguran lava pijar Merapi pada Minggu dinihari antara pukul 00.00-06.00 Wib hanya terjadi empat kali dengan jarak luncur maksimum satu kilometer ke arah hulu Kali Gendol," kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), Subandriyo, di Yogyakarta, Minggu. Selama enam jam dinihari tadi, kata dia, sama sekali tidak teramati semburan awan panas, begitu juga dengan hasil rekaman seismograf tidak memperlihatkan luncuran awan panas yang oleh masyarakat setempat disebut "wedhus gembel". "Rekaman seismograf hanya mencatat telah terjadi 58 kali gempa guguran, namun untuk gempa tektonik, gempa multifase, gempa vulkanik dan awan panas tidak terjadi sama sekali. Hanya dari Pos Pengamatan Gunung Merapi terpantau asap solfatara berwarna putih tebal bertekanan sedang dengan ketinggian 150 meter dari puncak," ujarnya. Meski status Merapi sudah diturunkan dari `awas` menjadi `siaga` serta semakin menurunnya aktivitas gunung berapi tersebut, namun BPPTK tetap merekomendasikan agar kawasan di sepanjang alur Kali Gendol, Boyong, Krasak dan Sat dalam radius enam kilometer pada jarak 300 meter dari tebing alur sungai-sungai tersebut tetap dikosongkan karena masih berpotensi terancam awan panas. "Selain itu, masyarakat masih dilarang melakukan pendakian serta menghentikan semua kegiatan terutama penambangan di kawasan yang dinilai masih berbahaya," kata Subandriyo. (*)

Copyright © ANTARA 2006