Jakarta (ANTARA) - Sutradara seri drama musikal "Beranak dalam Kubur" Bayu Pontiagust menceritakan yang dia dan timnya alami selama tiga hari syuting salah satu naskah dari kelompok sandiwara legendaris Miss Tjitjih itu di sebuah studio alam di kawasan Depok.

Bayu, saat sesi jumpa media usai pemutaran perdana drama musikal "Beranak dalam Kubur" di Galeri Indonesia Kaya Jakarta, Kamis (2/11), mengatakan mereka sudah diberi tahu oleh tim Mis Tjitjih bahwa cerita asli "Beranak dalam Kubur" sangat panjang. Tim pun harus menghitung secara realistis produksi drama musikal tersebut, termasuk untuk proses kreatif.

"Singkat cerita, kami hanya punya waktu tiga hari untuk syuting. Dari situ, tim kami merangkai program hari ke hari untuk menghitung berapa banyak scene yang akan diambil," kata Bayu menceritakan syuting "Beranak dalam Kubur".

Baca juga: "Beranak dalam Kubur" siap tebar kengerian dalam format seri musikal

Bayu yang sebelumnya sempat terlibat dengan beberapa seri drama musikal menjabarkan bahwa keunikan "Beranak dalam Kubur" bila dibandingkan judul-judul musikal lain adalah bahwa tim produksi kali ini tidak mengambil set di studio atau panggung.

"Kami langsung mencoba set sungguhan. Kalau dilihat untuk adegan di dalam ruangan itu seperti set panggung. Kami cuma pakai satu bidang, namun bisa dapatkan 4 set. Ibarat satu kotak isinya rumah tetapi setiap bagian punya desain. Di satu lokasi syuting ada rumah, hutan, dan rumput. Kami berpindah-pindah, jadi memudahkan proses agar tiga hari selesai," kata dia.

Menurut Bayu tantangan untuk menyelesaikan proses syuting "Beranak dalam Kubur" selama tiga hari membuat dia dan tim harus berusaha untuk menahan lebih banyak keinginan dalam proses kreatif agar tidak muncul terlalu banyak waktu tambahan.

"Kalau satu proses nggak selesai, maka nanti yang depannya molor lagi. Jadi buat saya, tantangan terbesar adalah soal waktu 3 hari untuk mencapai itu semua. Sampai hari terakhir, kami sudah tidak bisa overtime lagi karena dari pukul 10.45 sampai pukul 12 harus take sebanyak 5 scene. Itu sudah kayak estafet banget," dia memaparkan.
 
Tim produksi dan pemeran drama musikal "Beranak dalam Kubur" Bayu Pontiagust (tengah) saat sesi jumpa media usai pemutaran perdana drama musikal "Beranak dalam Kubur" di Galeri Indonesia Kaya Jakarta, Kamis (2/11). (ANTARA/Ahmad Faishal)


Bayu juga sempat mengungkapkan kekhawatiran untuk meramu kisah horor dengan musikal karena selama ini tidak banyak orang yang melakukan hal semacam itu. Oleh karena itu, dia dituntut untuk mampu menghadirkan elemen musikal dan horor secara tepat pada "Beranak dalam Kubur" agar mendapatkan kepuasan dari penonton.

"Untungnya ketika musik itu terbentuk, kami langsung mencoba visualisasikan. Kami juga cukup intens untuk berlatih, tahu blocking, mood, dan esensi lagu. Jadi, ketika masuk set sungguhan, semua sudah on point," kata Bayu.

Selain itu menurut Bayu, dia juga harus pintar-pintar menyiasati naskah asli drama tersebut sepanjang 12 babak yang dipersingkat menjadi tiga episode dengan masing-masing bagian berdurasi sekitar 15 menit. Tim harus melakukan proses penyederhanaan terhadap naskah dan tokoh yang muncul tanpa mengurangi esensi cerita.

"Kami harus jaga esensi cerita, alur dan tokoh. Saya rasa ini menjadi salah satu treatment dan eksplorasi baru. Kami menyiasati cerita panjang dengan cara menggunakan narasi yang dilakonkan para ensambel dan narator. Ada lagu-lagu yang mengisahkan tentang latar belakang kerajaan dan karakter tokoh," Bayu menerangkan.

Drama musikal "Beranak dalam Kubur" adalah karya kolaborasi antara kelompok sandiwara Sunda legendaris Miss Tjitjih dengan Indonesia Kaya dan BOOW Live lewat program #MusikalDiRumahAja. Karya ini terbagi dalam 3 episode dan dapat disaksikan mulai 6-8 November 2023 pukul 19.00 WIB di kanal YouTube IndonesiaKaya.

Baca juga: Revitalisasi Gedung Miss Tjitjih diharapkan pacu kebangkitan budaya

Baca juga: Miss Tjitjih 90 tahun bersandiwara tanpa naskah

Baca juga: Kembali jadi Ken Dedes, Ara Ajisiwi siapkan stamina 

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023