kita di seluruh dunia menghadapi triple planetary crisis, yakni ancaman perubahan iklim, peningkatan polusi dan kehilangan keanekaragaman hayati
Yogyakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyampaikan bahwa triple planetary crisis (ancaman perubahan iklim, peningkatan polusi, dan kehilangan keanekaragaman hayati) menjadi tantangan pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs).

“Masih banyak tantangan di sejumlah wilayah kita, baik dari sisi aspek sosial, ekonomi, lingkungan, maupun tata kelola dalam situasi yang bergerak dinamis ini. Kita sama-sama pahami bahwa hari ini kita di seluruh dunia menghadapi triple planetary crisis, yakni ancaman perubahan iklim, peningkatan polusi dan kehilangan keanekaragaman hayati,” kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam Konferensi Tahunan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs Annual Conference (SAC) 2023 di Yogyakarta, Senin.

Ancaman perubahan iklim dinilai memberikan dampak terhadap kelangkaan air serta penurunan produktivitas pertanian.

Di Indonesia, diprediksi terjadi penurunan curah hujan tahunan sekitar 1-4 persen selama periode 2020-2034. Hal dinilai akan berimplikasi terhadap potensi adanya kekeringan, ketersediaan air yang berkurang, dan memicu konflik kebutuhan air.

Lebih lanjut, produksi padi juga berpotensi mengalami penurunan karena pergeseran musim dan puncak hujan yang menyebabkan metode tanam berubah, sehingga mempengaruhi tingkat produksi.

“Ketahanan pangan, energi, dan air saling terkait satu dengan yang lain, yang saat ini dikenal dengan the nexus of food, energy and water. Ketersediaan air sangat penting untuk pertanian, demikian pula dengan energi yang tidak hanya dibutuhkan untuk menggerakkan sistem irigasi, tapi juga untuk mengolah hasil panen, memproses makanan, hingga berbagai peralatan smart and radiation farming yang saat ini diharapkan dapat membantu peningkatan produktivitas pertanian modern agar hemat air,” ungkap Suharso.

Terkait kondisi ketahanan pangan di Indonesia, dapat dilihat dari tingkat konsumsi pangan rumah tangga. Angka prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan pada tahun 2022 mengalami peningkatan menjadi 10,21 persen. Peningkatan ini terjadi pada kategori penduduk dengan pengeluaran 40 persen terbawah dibandingkan kelompok terkaya, terutama pada kelompok rentan seperti lansia, penduduk dengan disabilitas dan anak-anak.

Adapun angka prevalensi stunting menurun secara konstan dalam kurun waktu 10 tahun, Pada tahun 2022, prevalensi stunting balita mencapai 21,6 persen, tetapi tren penurunan ini belum memenuhi target sebesar 18,4 persen.

Mengenai ketahanan air, bisa dicapai melalui peningkatan pasokan air di hilir dengan menjaga dan meningkatkan luas tutupan hutan kawasan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, dan area penggunaan lain.

Pada tahun 2021, tutupan hutan Indonesia mencapai 50,8 persen atau sekitar 95,3 juta hektare (ha). Upaya konservasi sumber daya air melalui tutupan hutan ini dilengkapi dengan pembangunan waduk dan jaringan irigasi yang hingga tahun 2024 ditargetkan sebanyak 58 waduk multi guna, serta 500 ribu ha jaringan irigasi baru guna mendukung peningkatan penyediaan listrik dan sekaligus ketahanan pangan.

Indonesia juga masih dihadapkan pada ketergantungan yang tinggi terhadap energi fosil. Pangsa energi baru dan terbarukan dan pasokan energi primer terus meningkat hingga 12,3 persen pada tahun 2022, tapi masih jauh dari target akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2024 yang harus ditetapkan mencapai 23 persen.

Pemerintahan dinyatakan bakal selalu mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan, serta mengoptimalkan gas bumi untuk mendukung pembangunan industrialisasi Indonesia.

Gas bumi dikenal sebagai energi yang memiliki efisiensi pembakaran yang baik, ramah lingkungan, dan lebih murah apabila dibandingkan dengan energi fosil. Karena itu, pembangunan infrastruktur gas bumi terus dilakukan, salah satunya melalui pembangunan jaringan gas kota agar masyarakat mendapatkan akses terhadap energi yang lebih bersih.

“Transformasi sistem pangan, konservasi sumber daya air, dan transisi energi perlu terus diiringi dengan upaya memperluas kesempatan kerja di sektor ekonomi hijau, penguasaan teknologi hijau, dan pengurangan emisi gas rumah kaca,” ucap Kepala Bappenas.


Baca juga: Capaian SDGs Indonesia 2022 dianggap progresif
Baca juga: Kepala Bappenas beberkan cara manfaatkan bonus demografi di Indonesia


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023