Turk, saat mengunjungi pos Rafah yang menjadi perbatasan Mesir dengan Jalur Gaza, mengatakan: "Kekejaman yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Palestina pada tanggal 7 Oktober sangat keji, brutal dan mengejutkan, ini adalah kejahatan perang – begitu pula dengan penyanderaan yang terus berlanjut."
"Namun hukuman kolektif oleh Israel terhadap warga sipil Palestina juga merupakan kejahatan perang, seperti halnya evakuasi paksa terhadap warga sipil yang melanggar hukum,” tegas Turk.
Komisaris Tinggi itu menekankan bahwa "bahkan dalam konteks pendudukan selama 56 tahun, situasi saat ini adalah yang paling berbahaya selama beberapa dekade, yang tidak hanya dihadapi orang-orang di Gaza, di Israel, di Tepi Barat dan juga secara regional.
Turk mendesak semua pihak yang berkonflik untuk menyetujui 'gencatan senjata' sebagai hal mendesak".
Dia mengatakan bahwa “tiga keharusan hak asasi manusia yang penting” harus dipenuhi, pertama memastikan bahwa kebutuhan kemanusiaan terpenuhi secara memadai di seluruh Gaza, dan kedua membebaskan “tanpa syarat dan segera” semua sandera yang ditahan sejak 7 Oktober.
Dan terakhir mendorong berakhirnya pendudukan dalam jangka panjang berdasarkan hak warga Palestina dan Israel untuk menentukan nasib sendiri.
Pada 7 November, Turk berangkat untuk kunjungan lima hari ke Timur Tengah, yang dimulai di Mesir. Agenda selanjutnya adalah mengunjungi Yordania pada Kamis dan Jumat.
Sumber-TASS/ITAR-OANA
Baca juga: Sekjen PBB: Banyaknya korban sipil indikasi operasi Israel salah
Baca juga: PBB tegaskan integritas Jalur Gaza harus dihormati
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2023