Jakarta (ANTARA) -
Untuk menjaga kualitas produk curcuma atau temulawak, perusahaan farmasi SOHO mengembangkan konsep holistik "Seed to Patient" di mana semua proses yang terlibat dalam pembudidayaan dan proses produksi obat herbal dikontrol ketat untuk mendapatkan kualitas terbaik.
 
Vice President R&D, Regulatory and Medical Affairs SOHO Dr. Ir. Raphael Aswin Susilowidodo S.T M.Si, mengatakan konsep itu merupakan pendekatan holistik untuk penelitian yang berfokus pada setiap tahapan siklus produk dari hulu ke hilir.
 
"'Seed to Patient' adalah di mana kita mengontrol proses pembibitan kemudian proses penanaman, pasca panen lalu ekstraksi, formulasi sampai produk tersebut siap dipakai oleh pasien," ucap Aswin dalam gelar wicara inovasi temulawak untuk kesehatan di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Sirop obat tradisional dan suplemen SOHO aman dari EG dan DEG
 
Proses pengembangan produk temulawak dengan metode "Seed to Patient" di mulai dari bibit unggul yang didapat bekerja sama dengan Kementerian Pertanian. Selain itu SOHO juga berkolaborasi dengan akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mengembangkan pola tanam yang baik dan menerapkan protokol Good Agriculture Practice (GAP) agar petani binaan SOHO bisa belajar pola tanam yang baik.
 
Pengembangan temulawak dilakukan di kebun riset Sukabumi yang sudah bersertifikat organik sehingga bahan baku yang digunakan untuk produk-produk SOHO adalah temulawak yang sudah bersertifikat organik.
 
"Di kebun riset kami juga menerapkan pertanian 4.0 di mana kita menggunakan sensor tanah, sensor cuaca dan menggunakan aplikasi sehingga petani tidak perlu tiap hari datang untuk melihat tanahnya cukup lihat dari aplikasi," ucap Aswin.
 
Dengan pengembangan tanaman yang terstandar dan pengelolaan yang baik Aswin berharap dapat memberikan suplai temulawak yang berkualitas dan memenuhi standar.

Baca juga: Pakar: Bedakan suplemen, obat dan pangan
 
Inovasi temulawak dilakukan karena keprihatinan SOHO terhadap tiga permasalahan gizi dalam tumbuh kembang anak.
 
Pertama, permasalahan kurang gizi, yaitu 21,6 persen anak Indonesia mengalami stunting. Kedua, masalah defisiensi mikronutrien, di mana 95,5 persen anak Indonesia kekurangan asupan vitamin dan mineral dari buah dan sayuran.

Dan yang terakhir masalah obesitas, di mana 3,5 persen anak Indonesia mengalami kelebihan berat badan.
 
Selain itu, masyarakat Indonesia perlu menjaga kesehatan hati karena perubahan gaya hidup modern ataupun karena konsumsi obat-obatan yang cukup banyak pada pasien kronik, berpotensi memicu penyakit hati pada kemudian hari.
 
Keseriusan soal kesehatan hati ditandai dengan meningkatnya penyakit hati di Indonesia, paling banyak karena perlemakan hati yaitu sampai dengan 40 persen, sementara hepatitis B dan C masing-masing menyumbang 30 persen dan 15 persen.

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023