AI memiliki kemampuan untuk menganalisis data pasien dengan cepat dan akurat. Kelebihan ini membantu dokter untuk membuat keputusan klinis yang lebih efisien dan personal
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar dalam Bidang Ilmu Urologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Prof Agus Rizal Ardy Ariandy Hamid memaparkan peran kecerdasan buatan (AI) dalam tata laksana penyakit prostat.

"AI memiliki kemampuan untuk menganalisis data pasien dengan cepat dan akurat. Kelebihan ini membantu dokter untuk membuat keputusan klinis yang lebih efisien dan personal," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Pada masa depan, kata dia, Healthcare 5.0 yang dipengaruhi oleh AI berpusat pada pasien yang lebih bersifat personal dan prediktif, sehingga dibutuhkan seluruh data dan analisis dari teknologi mutakhir, kecerdasan buatan, dan pemeriksaan genomik.

Dalam tata laksana penyakit prostat, lanjutnya, terdapat sejumlah inovasi teknologi yang diterapkan, seperti pemanfaatan teknologi laser dalam penanganan pembesaran prostat jinak (BPH), pemanfaatan teknologi robotik pada biopsi prostat, dan penggunaan teknologi robotik untuk operasi pengangkatan kanker prostat (radikal prostatektomi).

Baca juga: Ahli Onkologi: Ada kemajuan pengobatan kanker prostat stadium lanjut

"Teknologi laser pada penanganan BPH membuat pendarahan pasien lebih minim. Pemanfaatan teknologi laser ini juga membuat pemakaian kateter lebih singkat, sehingga perawatan pasien menjadi lebih cepat," ujarnya.

Agus menyebutkan pemanfaatan teknologi robotik pada biopsi prostat juga memiliki tingkat presisi lebih tinggi dalam mendeteksi kanker prostat. Hal ini karena teknologi itu menggunakan lengan robot yang lebih stabil dibandingkan tangan manusia, sehingga pengambilan sampel area lebih akurat.

Sementara itu, sambungnya, penggunaan teknologi robotik pada radikal prostatektomi membuat tingkat kehilangan darah pasien lebih rendah, angka komplikasi lebih kecil, pemulihan lebih cepat, dan durasi rawat inap lebih singkat.

Baca juga: Dokter sarankan nama baru untuk kanker prostat stadium awal

Meski demikian Agus mengungkapkan salah satu prinsip Healthcare 5.0 adalah kolaborasi jangka panjang dalam upaya pencegahan. Penyakit prostat dapat dipengaruhi oleh gaya hidup, sehingga intervensi perubahan gaya hidup penting dilakukan.

"Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan dan deteksi dini penyakit prostat menjadi kunci dalam Healthcare 5.0. Sosialisasi dari Kementerian Kesehatan diharapkan mengurangi keterlambatan deteksi kanker prostat, sehingga angka harapan hidup meningkat," tuturnya.

Untuk diketahui, data yang dihimpun FKUI melaporkan prevalensi pembesaran prostat jinak dapat terjadi hingga 50 persen pada pria di atas usia 50 tahun. Di Indonesia, kanker prostat merupakan salah satu kanker yang paling banyak terjadi dan menjadi penyebab kematian pada pria. Dalam 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan hampir 400 persen kasus dengan perkiraan 13.000 kasus baru per tahunnya.

Pengembangan layanan terkini penyakit prostat telah difasilitasi oleh Tim Multidisiplin (MDT) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)–FKUI yang menjadi standar pelayanan di seluruh Indonesia.

Baca juga: Pria disarankan periksa kanker prostat pada usia 50 tahun

 

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023