Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia memperkirakan laju inflasi pada tahun ini bisa melonjak hingga 7,9 persen akibat dampak kenaikan harga BBM bersubsidi yang diberlakukan mulai pekan lalu.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Dody Budi Waluyo di Jakarta Senin mengatakan, dampak langsung dan tidak langsung dari kenaikan BBM bersubsidi terhadap inflasi sebesar 2,54 persen.

"Jika upaya penanganan inflasi tidak maksimal, inflasi akhir tahun bisa sampai 7,6 persen, bahkan jika penanganannya gagal inflasi bisa mencapai 7,9 persen. Namun jika dampaknya bisa dikendalikan bisa turun ke 7,2 persen," kata Dody.

Dijelaskannya, dampak langsung dari kenaikan harga premium 44,44 persen dan solar 22,22 persen menyumbang inflasi 1,32 persen, sementara dampak tidak langsung dari kenaikan itu seperti naiknya tarif angkutan menyumbang 0,82 persen. Adapun dampak tidak langsung ke harga komiditas lain berkontribusi pada inflasi sebesar 0,4 persen.

Menurut Dody, dampak inflasi langsung dan tidak langsung dari kenaikan harga BBM ini akan berlangsung sekitar tiga bulan terutama dari kenaikan tarif angkutan.

Kenaikan tarif angkutan dalam kota diperkirakan menyumbang inflasi 0,68 persen, sementara kenaikan tarif angkutan antarkota diperkirakan sebesar 19 persen dan akan menyumbang inflasi 0,12 persen. Kenaikan tarif taksi sebesar 26,13 persen akan menyumbang inflasi 0,02 persen.

Dody mengatakan, untuk mengendalikan inflasi ini Pemerintah perlu melakukan koordinasi guna mengurangi dampak tidak langsung dari kenaikan harga BBM seperti dengan menentukan kenaikan tarif angkutan.

Sementara BI, di sisi moneter sudah melakukan berbagai kebijakan seperti dengan menaikan BI Rate sebesar 25 basis poin dari 5,75 persen menjadi 6,00 persen serta menaikkan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia 25 basis poin juga.

Pemerintah sebelumnya memperkirakan inflasi tahun ini akan melonjak menjadi 7,2 persen akibat kenaikan harga BBM bersubsidi ini.

Pewarta: Dody Ardiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013