Pengelolaan tuberkulosis diabetes melitus terintegrasi perlu menjadi prioritas nasional
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan semua pihak agar menaruh perhatian serius dalam pengendalian penyakit menular tuberkulosis mengingat angka prevalensi yang tinggi di Indonesia.
 
Periset Kesehatan dan Gizi BRIN Ekowati Rahajeng mengatakan jumlah komorbit diabetes melitus pada tuberkulosis mencapai 15,1 persen dari kasus tuberkulosis.
 
"Pengelolaan tuberkulosis diabetes melitus terintegrasi perlu menjadi prioritas nasional," ujarnya dalam webinar tuberkulosis yang dipantau di Jakarta, Selasa.
 
Ekowati menuturkan pengelolaan dapat mendorong kabupaten/kota untuk melakukan deteksi dini karena beberapa screening untuk diabetes juga diperuntukkan pada tuberkulosis.
 
Deteksi dini itu merupakan standar pelayanan minimal yang seharusnya dilakukan pelayanan kesehatan kabupaten/kota dengan mendorong program tuberkulosis diabetes melitus secara terintegrasi menjadi prioritas nasional.

Baca juga: BRIN rumuskan strategi penanganan tuberkulosis di Indonesia
 
"Hal ini harapannya semakin banyak kasus-kasus tuberkulosis diabetes melitus yang dapat terdeteksi, yang kemudian pada akhirnya keduanya mendapatkan pengobatan dengan baik," kata Ekowati.
 
Berdasarkan estimasi global yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi tuberkulosis di Indonesia masih cukup tinggi sekitar 300 sampai 400 kasus per 100 ribu penduduk.
 
Adapun pravelensi dari salah satu survei tuberkulosis yang dilakukan oleh WHO bersama beberapa negara memperlihatkan angka tuberkulosis di Indonesia mencapai 760 pasien per 100 ribu penduduk.
 
Ekowati menuturkan penyakit tuberkulosis yang disertai diabetes adalah gangguan imunologi, gangguan metabolisme, dan gangguan dari genetik. Kedua penyakit itu menjadi beban ganda bagi para penderita.

Baca juga: Kemenkes gencarkan penemuan kasus TBC di Indonesia
 
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui udara. Tidak semua penderita tuberkulosis menunjukkan gejala karena bakteri dapat hidup dalam bentuk tidak aktif pada tubuh dan dapat menjadi aktif ketika sistem kekebalan tubuh menurun.
 
Pengobatan tuberkulosis membutuhkan waktu yang lama dengan aturan minum obat yang ketat untuk mencegah terjadinya risiko resistensi antibiotik.
 
Pada 2022 penyakit tuberkulosis membunuh hampir 1,6 juta orang dari 10,6 juta orang yang mengidap penyakit tersebut.
 
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, NLP Indi Dharmayanti, mengatakan tuberkulosis merupakan penyakit kuno yang belum terselesaikan hingga saat ini. Bahkan Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat kasus tuberkulosis tertinggi nomor dua di dunia setelah India.
 
"Permasalahan ini perlu menjadi perhatian kita bersama dan kerja sama lintas sektor dalam penyelesaian permasalahan ini. Upaya pencegahan dan pengendalian tuberkulosis perlu terus diperkuat seperti penyakit menular lainnya," ujar Indi.

Baca juga: Pakar: Kasus TBC di Indonesia masih tinggi, masuk peringkat dua global
 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023