Jakarta (ANTARA) - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai penyusunan peta jalan pengakhiran dini operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara merupakan langkah awal untuk mendorong pengembangan energi terbarukan.

Selanjutnya, setelah peta jalan ditetapkan, IESR mengharapkan pemerintah perlu mempersiapkan kerangka regulasi yang dapat mendukung penerapan struktur atau skema pembiayaan untuk pengakhiran operasional PLTU batu bara di Indonesia.

Manajer Program Transformasi Energi IESR Deon Arinaldo melalui keterangannya di Jakarta, Rabu mengungkapkan sudah ada beberapa usulan struktur untuk pengakhiran operasional PLTU seperti write-off atau penghapusan aset PLTU dari catatan perusahaan karena dinilai tidak ekonomis lagi atau misalnya spin-off, yaitu penjualan aset ke perusahaan baru untuk mengelola aset tersebut dengan masa operasi lebih singkat.

Deon mengemukakannya pada diskusi panel Enlit Asia bertajuk Leapfrogging to NZE: Accessing ASEAN readiness to retrofit or early retire coal fleets pada Rabu.

Selain itu, menurut dia, pemerintah perlu membuat beberapa proyek percontohan (pilot) untuk pengakhiran operasional PLTU yang sedang berjalan seperti PLTU Cirebon, sebagai pembuktian konsep dan memberikan kepastian pada PLN maupun produsen listrik swasta (independent power producers/IPP) sebagai pemilik aset PLTU.

Diketahui, pemerintah tengah menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dengan menggodok peta jalan pengakhiran operasional PLTU batu bara.

Lebih lanjut, Deon menganggap masih banyak pekerjaan rumah untuk melaksanakan pensiun dini PLTU, misalnya memastikan bahwa ada payung legal yang menjelaskan bahwa pengakhiran dini operasional PLTU memang bagian dari kebijakan negara untuk bertransisi energi dan mengurangi emisi, ketersediaan regulasi yang memungkinkan modifikasi perjanjian jual beli listrik (PJBL), dan lainnya.

"Lebih baik lagi jika strategi pada PLTU merupakan bagian dari upaya transisi energi yang ingin mengintegrasikan energi terbarukan dalam skala besar sehingga mengurangi emisi GRK (gas rumah kaca). Jika tujuannya seperti itu, maka aset PLTU akan dioptimalkan untuk memastikan energi terbarukan bisa masuk ke bauran listrik dengan cepat dan murah," ujar Deon.

"Misalnya, selain menunggu dipensiunkan, PLTU bisa dioperasikan secara fleksibel untuk membantu menjaga kestabilan dan keandalan sistem seiring meningkatnya bauran PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) dan PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu) yang intermiten," kata dia menambahkan.

Baca juga: IESR: PLTS Cirata tonggak penting akselerasi pengembangan energi surya
Baca juga: RI-Jepang bahas percepatan transisi energi dalam pertemuan IPEF
Baca juga: PLN ungkap tantangan mempensiunkan PLTU batu bara

 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023